Alhamdulillah, 9 kali latihan bersama coach dan beberapa kali pertemuan antarmember akhirnya terbayar sudah. Agak dramatis sih sebenernya, mengingat waktu gladibersih di arena wisuda, lokasi yang udah dipasangi panggung justru banjir selutut pria dewasa. I think I read your imagination recently. :D
Karena banyak hal yang menghambat, akhirnya gladibersih di hari Jumat tanggal 25 November 2016 terpaksa dibatalkan. Tau kan apa artinya itu? Yap! We had no preparation on the stage. Bahkan saya saja gak tahu posisi dirigennya seberapa di hadapan tim saya nanti.
Daripada menunggu banjir surut (iya kalau surut, kalau harus disedot dulu gimana?), tim yang masih berada di kampus langsung merapat untuk membungkus kaos untuk semua personil dan membungkus hadiah mini untuk mereka yang gak pernah absen latihan. Hadiah mini ini sekaligus sebagai tanda bahwa dia bisa ikut perform di wisuda 2017 tanpa ikut audisi. Keren kan? ;)
Oke, back to Unhasy Tebuireng Al-Wardah Choir -UTAC- Indonesia.
Kita mau coba evaluasi -lebih tepatnya introspeksi kali ya, hehehe- tentang penampilan kita di wisuda yang tumben-tumbenan tahun ini dilaksanakan di hari Sabtu. Pan biasanya Ahad, Bang. :)
Kita mulai dari yang kita rasakan sebagai penyaji di atas panggung.
Pertama, we'd almost lost our voice out of stage. Kenapa? Karena kita gak ngerti microphone segitu banyaknya itu power volumenya seberapa, AC outdoor yang ada di sekitar tim itu blowingnya seberapa, juga jarak kontak dirigen dan pasukan jaraknya seberapa. Intinya, suara kita gak kedengeran dengan jelas karena kendala mic yang gak peka. Kalau tahun kemarin kita yang gak sensi sama keberadaan mic, justru tahun sekarang kita yang peka, gantian micnya yang gak nyala. Hehehehe. All right, first of all, mic.
Kedua, koordinasi antara sie acara dan tim UTAC agak low. Sekitar 2 lagu yang ditampilkan terpaksa diberhentikan di tengah nyanyian gara-gara sie acara mengirimkan kode dadakan untuk berhenti.
Ketiga, trobel internal. UTAC had something wrong. Di sebelah mananya? Catat ya.
A. Dari koreografi. Lagu Gambang Suling bahkan gak kompak koreo untuk canon session-nya.
B. Dari ekspresi. Ekspresi pasukan seringkali harus dikode dulu oleh konduktor untuk bisa senyum.
C. Dari partitur. Ada sebagian member yang belum hafal beberapa lagu. Ada juga satu lagu, Shalatun bi Salamil Mubin, yang gagal disajikan karena latihan pas rehearsal session masih belum fix style, nada dasar, tempo, dan transposenya. Nah, ketika dirigen sudah memberdirikan pasukan, tim player justru masih mencari dimana cadence-nya. Duh, Gustiiii. Endingnya, pasukan tetap berdiri, dirigen kembali ke tempat karena lagu dibatalkan dan diganti lagu lain (plus dirigen yang lain pula).
D. Dari dirigen. Ini adalah koreksi yang kebetulan sama antara saya pribadi sebagai pembina dirigen dan tim player yang kadang menemui kesulitan karena ketidaksesuaian antara kode dan birama dari dirigen dengan partitur musik. Sempat ada masukan untuk menganulir dirigen tersebut, namun saya rasa itu bukan jalan keluar yang tepat. Kalau ada seseorang yang BELUM BISA, mengapa harus mengecapnya sebagai orang yang TIDAK BISA? Karena saya tahu, dia sangat ingin menjadi dirigen yang menguasai banyak lagu dan membangun komunikasi yang baik dengan tim yang dipandunya. ;)
Keempat, masalah waktu latihan. Tahun 2015, latihannya sengaja dibikin ngerapel alias 10 hari berturut-turut karena waktunya tidak memungkinkan untuk disela hari istirahat. Karena member gak nyaman, akhirnya tahun ini latihannya dibuat seminggu dua kali, yaitu setiap Sabtu dan Minggu. Namun ternyata, seminggu dua kali juga masih kurang efektif. Banyak member yang lupa dengan partitur, belum lagi yang disela kuliah, hingga alasan lain yang jika diurut bisa bejibun.
Akhirnya, saat evaluasi internal kemarin, kita sepakat untuk latihan rutin, baik itu 2 hari latihan 1 hari libur atau 3 hari latihan 1 hari libur, kita lihat kondisi rehearsal session untuk wisuda 2017 besok.
Kelima, masalah tempat latihan. Kita serempak menyatakan bahwa latihan outdoornya masih kurang. Saat latihan tahun ini, kebanyakan indoor di ruang pertemuan dosen. Ingin latihan outdoor di koridor antara ruang rektorat dan ruang fakultas di gedung lama, tapi kondisinya tidak memungkinkan karena banyak dilalui mahasiswa yang akan kuliah. Mungkin untuk latihan tahun depan, koridor antara aula dan ruang LP3 di lantai 3 gedung lama bisa dipertimbangkan, hehehe.
Keenam, dokumentasi. Ya. Harapan untuk bisa go public agaknya lebih terealisasi karena ada fotografer yang mengabadikan momen wisuda kemarin. Masalahnya cuma satu, saat lagu penutup -yang memang kita harapkan untuk direkam- yaitu lagu Yamko Rambe Yamko dan Perahu Layar, justru memori kameranya habis. Aaaaarrrggghhhh!!! Ottokeeee... *pukul-pukul pundak satpam* :D :D
Well, dari 6 hal yang gak sreg itu ternyata orang-orang di luar sana (maksudnya di luar panggung, alias penonton) justru banyak yang menanggapi positif.
"Evita!" sapa seorang bapak, lalu mengacungkan jempolnya ke arah tim UTAC.
"Aku suka sama dirigennya yang pakai high-heels itu." Setelah saya intip, ternyata cuma saya yang pakai jinjit tinggi. Nasib badan semampai, semeter gak sampai, hahaha.
Sampai-sampai, pelatih UKM PSM tahun 2011 memberikan ibu jarinya ke atas sambil menuntun tongkat jalannya.
Itu yang disampaikan secara lisan. Saya sih gak seberapa tertarik dengan komentar lisan yang bisa saja hanya silat lidah.
Yang membuat saya puas adalah adanya member yang menangis terharu saat saya memandu lagu Mars dan Hymne Unhasy. Ditambah lagi 'laporan' dari dirigen lain yang mengatakan bahwa pada waktu yang sama, beberapa ibu-ibu yang duduk di sofa VIP juga meneteskan air mata. Plus, lagu Yamko Rambe Yamko dan Perahu Layar mampu mengajak penonton bergembira. Alhamdulillah, tugas kami menyampaikan pesan dan menghibur penonton agaknya cukup terlaksana. :)
Selain itu, perform kali ini member lebih mudah senyum saat dikode dirigen. Komunikasi lebih terjalin, apalagi saat ada perubahan tempo dan dinamika. Member juga tidak 'serame' dulu saat di atas panggung. Ponsel lebih 'aman'. Tidak ada kipas selain kipas tim, apalagi kipas kardus air mineral. Wajah tidak tampak pucat atau lelah, karena make up dimanfaatkan dengan benar. Sehingga kejadian tahun 2015 lalu -yang satu lagu sampai 15 menitan dan jelas itu merampok suara mereka- tidak perlu terulang lagi.
Habis perform, langsung ramah tamah di gedung baru, evaluasi sebentar di lantai 2 gedung barat, sekaligus membagikan kaos dan bisyaroh. Setidaknya mereka layak mendapatkan 'label' professional choir singers. :)
Okay. Ready to go public, guys? ;)
Ramah tamahnya Mb Evita dan Hafi. Maksudnya Mb Evita ramah ke Hafi dengan mengisi penuh piring Hafi dan Hafi ramah ke Mb Evita dengan menyertakan dua jarinya biar 'kembar', eh, kompak :D
Ini yang membuat kita merindukan suasana latihan lagi: saat pasukan dan dirigen berpose formal, Pak Albab justru memperhatikan bulu-bulu saya, hehehehe. *alesan aja sih, paling-paling beliau nahan ketawa karena lihat caraku duduk yang kayak gitu, hahahaha...*
Nyoba gaya cosplayer Shinichi vs cos-I-don't-wanna-leave-without-you. :D :D
Untuk merekam bau-bauan, Ika adalah orang yang paling antusias. Apalagi bau prasmanan saat perut keroncongan.
Dicky dan Hafi mencerminkan tim paduan suara UTAC. Mahmud, Aji, dan Aan lebih mirip mau ujian munaqasyah. Sementara Mb Evita dan Bu Asih, justru siap dengan agenda PKKnya. Lha, Fauzi? Yah, sepertinya dia masih belum move on dari masa putih abu-abunya.
Eval singkat pascamanggung.
Looked so enjoy it, Dicky! :D
Sebenernya agak protes sih, karena logonya UTAC diubah dikit, hehehe. Tapi gapapalah.
We are Unhasy Choir Singers. ^_^
Bungkus-bungkus kaoooossss... Cukup pakai kertas linen dan pita plastik warna emas, kesan elegan dan glamor sudah tampak. :)
Makan, makaaannn!!!
Percaya gak kalau ini makannya Alfi. SENDIRIAN? :D
My team, my pride. :*
Zidni kalau mau ambil makanan, gak boleh pake mangkok minuman ya. Atik juga gitu, kalau mau makan, ambil di piring dulu, jangan cuma dilamunin. Karena hidup bukan cuma tentang melamun, Nak! *aseeeekkkk*
Lagi-lagi, Dicky! Satu piring, dua mangkok. Ck ck ck... :p
Tadi Dicky, sekarang Zidny. Yang lain pegang satu sendok atau satu sate, situ dua sekali hap!
Ini yang moto Mas Encep ya? Kasihan Mb Evita tuh yang kelihatan cuma tasnya aja. :D
Praacara, giliran Icha yang mandu lagu buat check sound.
Bukan. Bukaaaannn... Pokoknya ini Fauzi. Bukan petugas pencuci piring dari katering yang disewa.
"Makan sepiring berdua, Bun, buat latihan nanti kalau udah punya suami..." Ooooohhh...
They are my team. Yaaayyyy!!!
Happy graduation, Zizie, one of Thailand Ambassadors from Unhasy.
Thanks for the chance to wear your sash. :D
Selamat ya Zizi, jadi Thailand Ambassador di wisuda Unhasy 2016. Makasih udah mau minjemin selempangnya, hehehe.
With Anis Watul Khasanah, langganan like di setiap postingan Facebookku.
These were what she got. *abis ngerampok dari fotografer*
Selain tangan Alfi yang invisible, I love the composition of the pic.
"Hongke jombeee... Jombe rirooo... HA!!!!"
Aan jadi makelar, Dicky jadi prospeknya, Hafi jadi atlet lempar lembing, Annisa siap jadi bidadari surga, Aji mah pasrah mau dikata apa. :D :D
I love the color combination of the pic. Aan, kamu bikin distorsi foto ajah! :D :D :D
Habis karnaval, hahaha.
Selain Zidni, mereka adalah member yang tidak pernah absen saat rehearsal session dan mereka berhak bergabung di tim UTAC untuk tugas wisuda Unhasy 2017.
Hafi, Isniar, Sanju, Ayu, Nia, Agustin, Anis, si manis, Vernia, Atik, Emay, juga yang gak kefoto, Ika dan Fitri.