Kamis, 13 April 2017

CINTA DAN MEREKA


Oleh: Izzatush Shobihah

Agak panjang. Mungkin membosankan. Berbau curhat. Silakan abaikan jika enggan membaca sampai selesai.

Saya sempat 'perang pikiran' dengan diri saya sendiri, manakala adik-adik SMA curhat tentang pacar mereka.

Di satu sisi, ada kecenderungan dalam diri saya untuk menerapkan prinsip bahwa segala bentuk hubungan asmara di luar nikah itu harus dihentikan.
Di sisi lain, ada 'standar' yang saya gunakan untuk menjadi 'tempat sampah remaja' yang baik. Masuk dulu ke dunianya, baru bawa mereka ke dunia kita.

Agak dilema ya? Hahahaha. Gapapa. Saya anggap itu proses belajar saya pribadi.

Kemudian, saya teringat dengan salah satu acara televisi, kalau gak salah Rumah Uya, yang ada ustadzahnya di bangku penonton. Kurang ingat siapa namanya (maklum, bukan peminat acara televisi) tapi saya suka dengan cara beliau menanggapi sesuatu.

Beliau pernah dimintai nasehat tentang hubungan asmara di luar nikah (pacaran, selingkuhan, dsb) dan saya terkesima dengan posisi beliau yang tetap stabil sebagai mediator. Sebagai orang 'luar'.

Dari apa yang saya saksikan saat itu, saya menangkap satu pelajaran penting.
Mencegah memang lebih baik daripada mengobati.
Tapi jika tidak bisa mengobati, setidaknya jangan merusak.

Apa yang dimaksud ini merusak hubungan orang?
Bukan.
Yang saya maksud adalah merusak silaturrahim mereka. Merusak rasa kasih sayang antarsesama yang sudah terjalin. Merusak sesuatu yang memungkinkan dilanjut ke jenjang pernikahan.

Kalau bisa diarahkan untuk menikah, mengapa harus menghambat jalan orang menuju ibadah?

Sejak saat itu, saya merubah niat. Lebih tepatnya memperbarui niat.

Bahwa saya memang tidak pernah mendukung segala bentuk hubungan asmara di luar nikah.
Tapi itu bukan berarti saya boleh memaksakan prinsip saya, atau bahkan bersikap keras dan acuh tak acuh, kepada mereka yang tidak sependapat.

Dan saya pilih membantu meringankan problem mereka, setidaknya dengan mendengarkan keluh kesah mereka, meski tak punya solusi selain berdoa.
Bersama kesulitan ada kemudahan. Pegangan saya sepanjang waktu. Al-Insyirah ayat 6.
Saat mereka sedang menghadapi masalah, sebisa mungkin saya pilih menghadirkan kemudahan daripada menambah kesulitan mereka. Sejauh yang saya bisa.

Biar bagaimanapun, mereka masih belajar. Sama seperti saya.
Mereka hanya perlu disadarkan. Diarahkan. Dibimbing. Sama juga seperti saya.
Butuh waktu. Butuh proses.
Dan saya percaya, di dunia mereka, penyadaran dengan kasih sayang jauh lebih efektif daripada dengan pemaksaan. ;)
#iZzatQuote
-------
Ini screen shoot salah satu adik yang curhat mengapa pacarnya enggan menjawab saat ditanya siapa saja mantannya. Satunya dari snapgramnya dia, satunya dari DM Instagram saya.
Anda boleh tidak setuju dan saya akan selalu menghargai itu. ^_^



Tulisan ini pernah saya posting jadi status Facebook tanggal 13 April 2017 pukul 13:43 WIB. :)
Semoga ada ilmu baru dari posting ini yang membuat saya dan pembaca jadi lebih bijaksana menyikapi hidup. Terutama hidup para generasi muda. ^_^

Status Facebook 12-13 April 2017

Izzatush Shobihah
13 April pukul 5:25 · 

Biasanya sih, yang bertanggung jawab atau yang gak suka pamer kepintarannya gak bakal tersindir. 😉

__________

Izzatush Shobihah
12 April pukul 16:55 · Instagram · 

Kata mereka, gerakan tangan kanan conductor itu menyampaikan kode untuk tempo, sementara gerakan tangan kiri untuk dinamika.

Kali ini, di UTAC Indonesia, ada kesepakatan tak tertulis yang agak berbeda.

Saat keberpaduan suara pasukan tak perlu dikhawatirkan, kemudian dirigen 'membebastugaskan' tangan kirinya selama beberapa detik, ketahuilah, saat itu mungkin dia lelah. 😄

Lelah pada kenyataan bahwa belum ada tangan lain yang menggenggamnya, membersamainya di sisa usia. 
*sek, sek, iki mau bahas opo seh?*


_________