Senin, 27 Juni 2011

MUNAQOSYAHKU ≠ MUNAKAHATKU


Dasarnya dapet doa dari temen2 *yang mayoritas lewat sms*, munaqosyah jadi berasa mau munakahat (pernikahan). Heh? Kok bisa? Iya, buktinya saat munaqosyah yang nguji aku ternyata para perempuan Indonesia terbaik dari Fakultas Tarbiyah IKAHA. *udah tanya2 ndiri, dijawab2 ndiri, gak nyambung2 juga ndiri* O ya, satu hal yang perlu diketahui (biar gak pada tanya kaya temen2 kemarin), judul skripsiku bisa dilihat di statusku sebelum tanggal ini.. Kalo lagi lemot internetnya, yawda, ku gembukkan hatiku untuk menuliskan judul skripsiku di sini:

Rabu, 11 Mei 2011

Maafmu Melebihi Dollarnya

Sebagian berlidah, "Posisi menentukan prestasi."
Sepucuk lain berludah, "Posisi menentukan komisi!"
Entahlah! Apapun itu!

Selasa, 10 Mei 2011

Ketika Ustadzku Menjelma Idola

Sehening kecupan adzan
Sebening hangatnya pujian untuk Tuhan
Kami canggungkan telinga memasang rasa untuk cinta
Mengikut kebesaran Ilahi atas gurihnya kehidupan
Bernaung di bawah sinar purnama asri nan sejuk dipandang

Jika Mimpimu Kesasar...


Melihat bumbu lodeh di atas cobek jadi ingat dengan nasibku 3 tahun yang lalu. Aku masih ingat betul detailnya: lulus dari SMA Negeri 3 Jombang, gagalnya kuliah ke Al-Azhar Mesir gara-gara telat informasi, urungnya kuliah ke Kedokteran Universitas Airlangga atau Psikologi Universitas Indonesia karena belum dapat izin dari orang tua, tawaran masuk IKAHA, dipaksanya memilih jurusan PAI dan seterusnya.

Selasa, 15 Maret 2011

Rongsokan Redaksi (Ditolak!!!)

Weleh2 tau gini, q nulis yang berbahasa Inggris aja buat referensi skripsi.. Tapi gapapa dah, jadi seneng kalo permintaanq di tulisan ini langsung ditanggepin ma pihak redaktur, meski gak dimuat siy.. Alhamdulillah, ditolak lagi deh jadinya, hehehehehe.. Apa gara2 diksiku yang gak disaring dulu ya? Yawda.. Mohon komentar teman2 mengenai tulisanku yang ditolak pihak Buletin RABU, Buletin Tahunan Fakultas Tarbiyah ini..



BULETIN RABU, BERMUTUKAH?
(Tinjauan Kritis Perspektif Ejaan Bahasa Indonesia)


Izzatush Shobihah
(Pimpinan Redaksi dan Editor Buletin RUMAT BEM-FT)




I. Introduksi

Bermutunya suatu produk jelas akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Termasuk kualitas suatu bacaan, tentunya juga akan mempengaruhi selera dan minat para pembacanya. Terlepas dari kualitas wacana sebuah bacaan, ada hal yang menarik untuk diperbincangkan manakala bungkus atau fisik dari bacaan tersebut kurang begitu terselamatkan dari sisi kritisme. Dengan kata lain, tidak akan menutup kemungkinan banyak kritik dan saran, entah itu yang bersifat membangun atau malah menghancurkan, apabila dalam bacaan, buku, majalah, buletin, atau apapun bentuk dan istilahnya terdapat kekliruan, baik yang ringan maupun yang sangat fatal. Dan kekeliruan itulah yang mampu membuat pembaca semakin tak berkesan untuk menyimaknya sehingga mampu menyingkirkan kenyamanan mereka dalam menikmati sajian wacana tersebut.


II. Sensitivitas Ejaan

Kesalahan Satu Huruf = EFEK FATAL!

Pada tahun 2001, sebuah dialog antara guru dan siswa terjadi di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di bilangan kota Surabaya. Sang guru melihat pekerjaan si murid. Lensa mata sang guru menangkap bayangan dari tulisan si murid kemudian beliau menanyakannya, ”Ini tulisan apa, Nak?”
Si murid menjawab, ”Akhlak tercela, Pak.”


”Kok tulisan ’tercela’-nya diakhiri huruf ’h’?”


”Lho, salah ya, Pak?”


”Kalau tercela yang dimaksud adalah buruk atau tidak terpuji, maka tidak perlu memakai ’h’. Kalau tercelah, itu berarti terbelah atau didapati ada celah pada suatu benda. Apa ada akhlak yang terbelah?”


”Oooo...”, si murid kemudian mengambil penghapusnya dan menghilangkan huruf terakhir sehingga sempurnalah kata yang ditulisnya tadi.


Berefleksi dari cerita di atas, tentulah akibatnya masih belum begitu fatal, karena pembahasannya masih berada dalam ruang lingkup pendidikan dasar. Tapi, akan menjadi bahan pertimbangan yang serius jika si murid tidak mendapatkan kritikan yang membangun dari gurunya tadi. Pertimbangan yang serius itu bisa saja datang ketika si murid telah beranjak dewasa yang kemudian dia memilih jalan hidupnya sebagai ilmuwan dan ahli agama. Jika dia masih juga menggunakan istilah tercelah sebagai pengganti kata tidak terpuji, maka akan ada satu istilah baru dalam dunia keilmuan agama, khususnya Akidah Akhlak, yang mampu membuka pintu probabilitas lahirnya teori baru: AKHLAK TERCELAH. Betapa sinis dunia menertawainya bila dia masih saja eksis dengan istilahnya tersebut.


Sekali lagi, ini hanya salah satu contoh yang efek awalnya masih belum begitu fatal.


Colekan untuk Buletin RABU

Sampel tadi hanya satu titik dari sekian banyak titik perhatian dalam dunia pendidikan di Indonesia. Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang adalah salah satu titik yang perlu dicermati pula, apalagi dengan hadirnya Buletin RABU yang sudah menerbitkan tidak sedikit edisi untuk menggali potensi atau sebagai sarana belajar murid-muridnya. Dengan peran Buletin RABU yang merupakan manifestasi usaha untuk mengawali perubahan nasib warga didiknya menjadi lebih baik itu, otomatis menjadikan dirinya sebagai titik di dalam titik yang juga perlu diperhatikan dan dicermati.


Pembaca sekalian yang budiman, mari sejenak kita buka edisi Buletin RABU sebelum edisi ini. Sudah 8 edisi yang terlahir dari perasan otak para akademisi fakultas kita., terlepas dari seberapa banyak edisi yang telah kita baca, kita terima atau bahkan kita anggurkan hingga buletin-buletin itu berubah menjadi sahabat rumah laba-laba.


Pada bagian belakang halaman muka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008, kita akan menemukan tujuh wajah buletin dari awal peluncuran. Kualitas tata letak dan layout halaman mukanyapun meningkat dari edisi ke edisi. Tapi, Saudara-Saudara, bukan itu yang menjadi titik pembahasan tulisan ini. Coba kita simak dua contoh nyata (yang sebelumnya penulis pilih secara acak) di bawah ini.


Contoh 1

Silakan buka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008 halaman 19, kita akan menemui subjudul yang sudah cukup tepat ”Model Pembelajaran Langsung” dan itu ditulis tanpa tanda titik. Tapi kita coba bertamasya ke subjudul setelahnya, tepatnya pada halaman selanjutnya. Di situ ada tulisan dengan huruf tebal ”Model Pembelajaran Berbasis Masalah.” dan itu ditulis dengan menggunakan tanda titik. Padahal dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, label, dan sebagainya.
Entah itu adalah kesengajaan atau kesalahan teknis, yang jelas ketidaksempurnaan kaidah kepenulisan menurut aturan kebahasaan bangsa sendiri tersebut terulang lagi pada subjudul yang ditulis dengan tanda titik setelahnya: ”PENUTUP.”.


Contoh 2

Setelah itu mari kita teliti lagi pada Buletin RABU edisi VI/Tahun VI/Juli 2007 halaman 50. Di sana tersurat kata ”(Kalibening Salatiga)”. Akan tetapi pada halaman 51 ada rentetan huruf kapital yang tebal berbunyi INOVASI BARU DARI KALI BENING. Sekilas tulisan tersebut akan membawa otak-otak Tarbiyah kita memasang tanda analisis, ”Kali bening dengan inovasi? Memang ada hubungannya, ya?”


Jelas perbedaan yang sangat menonjol ketika kali bening (sungai yang jernih) dipertemukan dengan Kalibening (nama suatu desa atau wilayah), tentunya terlepas dari ada tidaknya kali bening di dalam Kalibening. Perbedaan tanda spasi pada judul dan subjudul bisa memicu kesalahpahaman pembaca. Terlalu naif jika si teknis harus disalahkan berkali-kali.


Dua contoh di atas merupakan contoh dari ”dosa-dosa teknis” yang bisa kita temui pada lingkungan literatur kita sehari-hari. Otomatis, dosa-dosa tersebut juga mempengaruhi kualitas Buletin RABU sebagai buletin kebanggaan, terutama di mata mereka yang jeli sensitivitas EYD-nya.


III. Sebuah Tawaran Solutif Hadir

Keberadaan ”dosa-dosa teknis” tersebut tak terlepas dari eksistensi dan profesionalisme para ahli yang tergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.


Menurut susunan redaksi Buletin RABU edisi VIII/Tahun VIII/Juli 2009, dari sederetan nama tersebut tak ada satu orangpun yang menduduki posisi editor karena memang posisi itu tidak ada atau masih belum tersedia. Entah karena adanya double job atau bagaimana, yang pasti ”dosa-dosa” eksplisit tadi masih menyertai kehidupan Buletin RABU dari waktu ke waktu hingga edisi VIII.


Terlepas dari diterima atau tidak, sebuah tawaran solutif hadir melalui tulisan ini. Tak ada salahnya jika dalam susunan redaksi ada posisi baru, yakni EDITOR, setidaknya editor untuk artikel berbahasa Indonesia terlebih dahulu, melihat mayoritas artikel yang dimuat adalah artikel berbahasa kebanggaan bangsa ini. Bila perlu, sertakan mahasiswa untuk ikut bergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.


Sebagai bahan pertimbangannya, bukankah buletin ini adalah sarana bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya dalam dunia kepenulisan?


Semua memang butuh proses, tapi kesalahan juga perlu dibenahi. Tidak ada salahnya menghadirkan posisi editor dalam buletin kesayangan kita ini, apalagi mahasiswa juga diberi kesempatan untuk belajar tentang profesionalisme di dalamnya sebagai manifestasi kemajuan Fakultas Tarbiyah menjelang usianya yang ke-40 tahun. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Jika kehadiran editor bisa meningkatkan kualitas Buletin RABU, mengapa tidak?

Minggu, 27 Februari 2011

Buat yang Ngaku Muslim, Read This!!! (Cewek Juga Boleh, Kok..^^)


Mewakili semua suara akhwat...!!!
- ini adalah kisah yang sudah sangat melegenda:

- Tentang Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan negaranya demi si Ratu Penggoda:Cleopatra.
Semua dia lakukan (kata ahli sejarah)...atas nama cinta

- Ini kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa... tetap saja:atas nama cinta -

Satu lagi, seorang janda bernama Khadijah, yang rela mengorbankan segalanya demi membela pemuda bernama Muhammad, yang dia yakini
membawa risalah Tuhannya.

Ini juga :atas nama cinta.

Kata Jalaluddin Rumi: cinta akan membuat yang pahit menjadi manis dan dengan cinta tembaga menjadi emas, dengan cinta yang keruh menjadi jernih dan dengan cinta sakit menjadi obat, dengan cinta yang mati akan menjadi hidup dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya, dari pengetahuanlah cinta seperti tumbuh..

Afwan, aku bukan pujangga yang hendak membahas tentang cinta. Aku juga tidak sedang mencampuri urusan orang lain (Aku hanya ingin memposisikan diri sebagai seorang saudara, yang wajib hukumnya untuk mengingatkan saudaranya yang mungkin...salah langkah.)

Bila aku salah, atau .. artikel ini tak berkenan, mohon maaf.

Itu saatnya aku untuk dikritisi...
Aku ingin bicara atas nama wanita, terlebih akhwat (kalau boleh sih)
Tolong untuk para ikhwan (atau yang merasa sebagai muslim):

Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan mudah terbawa emosi. Terlepas bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut, tapi itu fakta. Sangat mudah membuat wanita bermimpi.

Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami. Mungkin kami akan melengos kalau disapa. Atau membuang muka kalau dipuji. Tapi, jujur saja, ada perasaan bangga. Bukan suka pada antum (mungkin) tapi suka karena diperhatikan "lebih".

Di antara kami, ada golongan Maryam yang pandai menjaga diri. Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci. Jangan antum tawarkan sebuah ikatan bernama ta'aruf bila antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya. sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma dalam hitungan bulan tetapi menginjak usia tahun, tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.

Tolong, pahami arti cinta seperti pemahaman Umar Al Faruq: seperti induk kuda yang melangkah hati-hati karena takut menginjak anaknya (afwan, bener ini ya riwayatnya?). Bukan mengajak kami ke bibir neraka. Dengan SMS-SMS mesra, telepon sayang, hadiah-hadiah ungkapan cinta dan kunjungan pemantapan yang dibungkus sebuah label: ta'aruf.

Tolong, kami hanya ingin menjaga diri. Menjaga amal kami tetap tertuju padaNYA. Karena janji Allah itu pasti. Wanita baik hanya diperuntukkan laki-laki baik. Jangan ajak mata kami berzina dengan memandangmu, jangan ajak telinga kami berzina dengan mendengar pujianmu, jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima hadiah kasih sayangmu, jangan ajak kaki kami berzina dengan mendatangimu, jangan ajak hati kami berzina dengan berkhalwat denganmu. Ada beda... persahabatan sebagai saudara, dengan hati yang sudah terjangkiti virus..... Beda itu bernama "rasa" dan "pemaknaan". Bukan, bukan seperti itu yang dicontohkan Rasulullah.


Antum memang bukan Mush'ab
Antum juga tak sekualitas Yusuf as.
Tetapi antum bukan Arjuna
Dan tak perlu berlagak seperti Casanova
Karena Islam sudah punya jalan keluar yang indah:

Segeralah menikah atau jauhi wanita dengan puasa. Tolong, sebelum antum memutuskan untuk mendatangi kami jawab dulu pertanyaan ini dengan jujur:

- setelah 3 bulan antum mendatangi dan menyatakan cinta, masihkah antum belum siap untuk mengikrarkan dalam sebuah pernikahan?
- ataukah antum masih butuh waktu lebih lama dan meminta kami menunggu, dengan alasan yang tidak syar'i dan terlalu duniawi?
Kalau jawabannya "YA",
"SELAMAT"!!!
Berarti antum lebih pantas masuk surga dibandingkan Ali bin Abi Thalib as. Dia baru berani mengatakan cinta kepada Fathimah, setelah menikah. Ali, pemuda kesayangan Rasul, tetapi menunggu waktu bertahun-tahun untuk mengatakannya. Bukan karena dia pengecut tentu saja justru karena dia adalah laki-laki kualitas surga...

Tolong, kami tidak ingin menyakiti hati calon suami kami yang sebenarnya. Mereka berusaha untuk menjaga hijab, agar datang kepada kami dalam kondisi suci hati, tetapi kami malah menjajakan cinta kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suami kami.

Atau antum sekarang sudah berani menjamin bahwa antum adalah calon suami kami sebenarnya? Maaf, wanita itu lemah dan mudah ditaklukkan. Sebagai saudara kami, tolong, jaga kami. Karena kami akan kuat menolak rayuan preman, tapi bisa jadi kami lemah dengan surat cinta kalian.

Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan yang diberkahiNYA?

Bukankah lebih membahagiakan bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhoiNYA?


MAAF KALO ADA KATA2 YANG TIDAK PANTAS


sumber: http://luveronation.nice-forum.net/t496-khusus-untuk-ikhwan-tp-akhwat-blh-baca (dengan sedikit suntingan)

Rabu, 26 Januari 2011

Judul Skripsiku

Masya Allah, sulit banget sih nyari judul penelitian yang sesuai dengan judul skripsiku. Nyari di mbah Google gak ketemu2. Nyari di perpus institut gak ketemu, kebanyakan tentang hukum, bukan tentang skripsi yang berhubungan dengan judulku. Nyari di perpus atas (LP3), gak ada. Rada tinglung juga leher nih pas nyari di lemari2 gede itu. So, setelah konsul ke dosen2, ke ahli2, kata mereka berarti skripsiku gak perlu nyantumin review penelitian sebelumnya, karena memang tidak ketemu ato tidak ada yang pernah membahas ini sebelumnya. Bahkan ada salah satu di antara mereka, DR. H. Mardliyah, M.Ag, yang pesen skripsiku kalo udah jadi bilang bahwa skripsiku memang yang pertama. (Gak tau di IKAHA, atau di Jombang, atau malah di Jawa. *ngarep!*)

"Ntar kalo (skripsinya) udah jadi, saya dikasih softcopy dan hardcopy-nya ya. Lewat CD aja gapapa, gak perlu lewat flashdisk, sama yang fotokopian," kata dosen berbadan subur ini.

Yealah, ibu! Skripsi aja belum jadi, udah diantri. Mana temen2 yang tau langsung seia sekata dengan Bu Mar lagi. Beeeeuuhh!!!! Ya mohon doanya aja moga2 cepet selesai. Hmmmm, kalo pertama2 gini trus ada salahnya, biasanya dima'fu ya, hehehehe..^^

Oke, bagi pembaca yang pernah nemu judul penelitian atau judul skripsi (bukan judul buku) yang berhubungan dengan judul skripsiku, beritau ya. Judul skripsiku:

ISLAMIC PERSPECTIVE ON THE CHARACTERISTIC OF PIOUS WIFE
(COMPARATIVE ANALYSIS BETWEEN ASMA NADIA AND MUHAMMAD QURAISH SHIHAB)

Kalo dalam bahasa Indonesia, artinya gini, "Karakteristik Istri Sholihah Perspektif Islam (Analisis Komparatif antara Asma Nadia dan Muhammad Quraish Shihab)"

Kasih info ya sob..
Makasih sebelumnya..