Sebagian berlidah, "Posisi menentukan prestasi."
Sepucuk lain berludah, "Posisi menentukan komisi!"
Entahlah! Apapun itu!
Why Allah told us that "Verily with every difficulty there is relief" is that we obviously are in trouble until we hold Him near.
Rabu, 11 Mei 2011
Selasa, 10 Mei 2011
Ketika Ustadzku Menjelma Idola
Sehening kecupan adzan
Sebening hangatnya pujian untuk Tuhan
Kami canggungkan telinga memasang rasa untuk cinta
Mengikut kebesaran Ilahi atas gurihnya kehidupan
Bernaung di bawah sinar purnama asri nan sejuk dipandang
Sebening hangatnya pujian untuk Tuhan
Kami canggungkan telinga memasang rasa untuk cinta
Mengikut kebesaran Ilahi atas gurihnya kehidupan
Bernaung di bawah sinar purnama asri nan sejuk dipandang
Kotak ajaib:
Favorit
Jika Mimpimu Kesasar...
Melihat bumbu lodeh di atas cobek jadi ingat dengan nasibku 3 tahun yang lalu. Aku masih ingat betul detailnya: lulus dari SMA Negeri 3 Jombang, gagalnya kuliah ke Al-Azhar Mesir gara-gara telat informasi, urungnya kuliah ke Kedokteran Universitas Airlangga atau Psikologi Universitas Indonesia karena belum dapat izin dari orang tua, tawaran masuk IKAHA, dipaksanya memilih jurusan PAI dan seterusnya.
Kotak ajaib:
Favorit
Selasa, 15 Maret 2011
Rongsokan Redaksi (Ditolak!!!)
Weleh2 tau gini, q nulis yang berbahasa Inggris aja buat referensi skripsi.. Tapi gapapa dah, jadi seneng kalo permintaanq di tulisan ini langsung ditanggepin ma pihak redaktur, meski gak dimuat siy.. Alhamdulillah, ditolak lagi deh jadinya, hehehehehe.. Apa gara2 diksiku yang gak disaring dulu ya? Yawda.. Mohon komentar teman2 mengenai tulisanku yang ditolak pihak Buletin RABU, Buletin Tahunan Fakultas Tarbiyah ini..
I. Introduksi
Bermutunya suatu produk jelas akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Termasuk kualitas suatu bacaan, tentunya juga akan mempengaruhi selera dan minat para pembacanya. Terlepas dari kualitas wacana sebuah bacaan, ada hal yang menarik untuk diperbincangkan manakala bungkus atau fisik dari bacaan tersebut kurang begitu terselamatkan dari sisi kritisme. Dengan kata lain, tidak akan menutup kemungkinan banyak kritik dan saran, entah itu yang bersifat membangun atau malah menghancurkan, apabila dalam bacaan, buku, majalah, buletin, atau apapun bentuk dan istilahnya terdapat kekliruan, baik yang ringan maupun yang sangat fatal. Dan kekeliruan itulah yang mampu membuat pembaca semakin tak berkesan untuk menyimaknya sehingga mampu menyingkirkan kenyamanan mereka dalam menikmati sajian wacana tersebut.
II. Sensitivitas Ejaan
Kesalahan Satu Huruf = EFEK FATAL!
Pada tahun 2001, sebuah dialog antara guru dan siswa terjadi di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di bilangan kota Surabaya. Sang guru melihat pekerjaan si murid. Lensa mata sang guru menangkap bayangan dari tulisan si murid kemudian beliau menanyakannya, ”Ini tulisan apa, Nak?”
Si murid menjawab, ”Akhlak tercela, Pak.”
”Kok tulisan ’tercela’-nya diakhiri huruf ’h’?”
”Lho, salah ya, Pak?”
”Kalau tercela yang dimaksud adalah buruk atau tidak terpuji, maka tidak perlu memakai ’h’. Kalau tercelah, itu berarti terbelah atau didapati ada celah pada suatu benda. Apa ada akhlak yang terbelah?”
”Oooo...”, si murid kemudian mengambil penghapusnya dan menghilangkan huruf terakhir sehingga sempurnalah kata yang ditulisnya tadi.
Berefleksi dari cerita di atas, tentulah akibatnya masih belum begitu fatal, karena pembahasannya masih berada dalam ruang lingkup pendidikan dasar. Tapi, akan menjadi bahan pertimbangan yang serius jika si murid tidak mendapatkan kritikan yang membangun dari gurunya tadi. Pertimbangan yang serius itu bisa saja datang ketika si murid telah beranjak dewasa yang kemudian dia memilih jalan hidupnya sebagai ilmuwan dan ahli agama. Jika dia masih juga menggunakan istilah tercelah sebagai pengganti kata tidak terpuji, maka akan ada satu istilah baru dalam dunia keilmuan agama, khususnya Akidah Akhlak, yang mampu membuka pintu probabilitas lahirnya teori baru: AKHLAK TERCELAH. Betapa sinis dunia menertawainya bila dia masih saja eksis dengan istilahnya tersebut.
Sekali lagi, ini hanya salah satu contoh yang efek awalnya masih belum begitu fatal.
Colekan untuk Buletin RABU
Sampel tadi hanya satu titik dari sekian banyak titik perhatian dalam dunia pendidikan di Indonesia. Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang adalah salah satu titik yang perlu dicermati pula, apalagi dengan hadirnya Buletin RABU yang sudah menerbitkan tidak sedikit edisi untuk menggali potensi atau sebagai sarana belajar murid-muridnya. Dengan peran Buletin RABU yang merupakan manifestasi usaha untuk mengawali perubahan nasib warga didiknya menjadi lebih baik itu, otomatis menjadikan dirinya sebagai titik di dalam titik yang juga perlu diperhatikan dan dicermati.
Pembaca sekalian yang budiman, mari sejenak kita buka edisi Buletin RABU sebelum edisi ini. Sudah 8 edisi yang terlahir dari perasan otak para akademisi fakultas kita., terlepas dari seberapa banyak edisi yang telah kita baca, kita terima atau bahkan kita anggurkan hingga buletin-buletin itu berubah menjadi sahabat rumah laba-laba.
Pada bagian belakang halaman muka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008, kita akan menemukan tujuh wajah buletin dari awal peluncuran. Kualitas tata letak dan layout halaman mukanyapun meningkat dari edisi ke edisi. Tapi, Saudara-Saudara, bukan itu yang menjadi titik pembahasan tulisan ini. Coba kita simak dua contoh nyata (yang sebelumnya penulis pilih secara acak) di bawah ini.
Silakan buka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008 halaman 19, kita akan menemui subjudul yang sudah cukup tepat ”Model Pembelajaran Langsung” dan itu ditulis tanpa tanda titik. Tapi kita coba bertamasya ke subjudul setelahnya, tepatnya pada halaman selanjutnya. Di situ ada tulisan dengan huruf tebal ”Model Pembelajaran Berbasis Masalah.” dan itu ditulis dengan menggunakan tanda titik. Padahal dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, label, dan sebagainya.
Entah itu adalah kesengajaan atau kesalahan teknis, yang jelas ketidaksempurnaan kaidah kepenulisan menurut aturan kebahasaan bangsa sendiri tersebut terulang lagi pada subjudul yang ditulis dengan tanda titik setelahnya: ”PENUTUP.”.
Setelah itu mari kita teliti lagi pada Buletin RABU edisi VI/Tahun VI/Juli 2007 halaman 50. Di sana tersurat kata ”(Kalibening Salatiga)”. Akan tetapi pada halaman 51 ada rentetan huruf kapital yang tebal berbunyi INOVASI BARU DARI KALI BENING. Sekilas tulisan tersebut akan membawa otak-otak Tarbiyah kita memasang tanda analisis, ”Kali bening dengan inovasi? Memang ada hubungannya, ya?”
Jelas perbedaan yang sangat menonjol ketika kali bening (sungai yang jernih) dipertemukan dengan Kalibening (nama suatu desa atau wilayah), tentunya terlepas dari ada tidaknya kali bening di dalam Kalibening. Perbedaan tanda spasi pada judul dan subjudul bisa memicu kesalahpahaman pembaca. Terlalu naif jika si teknis harus disalahkan berkali-kali.
Dua contoh di atas merupakan contoh dari ”dosa-dosa teknis” yang bisa kita temui pada lingkungan literatur kita sehari-hari. Otomatis, dosa-dosa tersebut juga mempengaruhi kualitas Buletin RABU sebagai buletin kebanggaan, terutama di mata mereka yang jeli sensitivitas EYD-nya.
III. Sebuah Tawaran Solutif Hadir
Keberadaan ”dosa-dosa teknis” tersebut tak terlepas dari eksistensi dan profesionalisme para ahli yang tergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.
Menurut susunan redaksi Buletin RABU edisi VIII/Tahun VIII/Juli 2009, dari sederetan nama tersebut tak ada satu orangpun yang menduduki posisi editor karena memang posisi itu tidak ada atau masih belum tersedia. Entah karena adanya double job atau bagaimana, yang pasti ”dosa-dosa” eksplisit tadi masih menyertai kehidupan Buletin RABU dari waktu ke waktu hingga edisi VIII.
Terlepas dari diterima atau tidak, sebuah tawaran solutif hadir melalui tulisan ini. Tak ada salahnya jika dalam susunan redaksi ada posisi baru, yakni EDITOR, setidaknya editor untuk artikel berbahasa Indonesia terlebih dahulu, melihat mayoritas artikel yang dimuat adalah artikel berbahasa kebanggaan bangsa ini. Bila perlu, sertakan mahasiswa untuk ikut bergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.
Sebagai bahan pertimbangannya, bukankah buletin ini adalah sarana bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya dalam dunia kepenulisan?
Semua memang butuh proses, tapi kesalahan juga perlu dibenahi. Tidak ada salahnya menghadirkan posisi editor dalam buletin kesayangan kita ini, apalagi mahasiswa juga diberi kesempatan untuk belajar tentang profesionalisme di dalamnya sebagai manifestasi kemajuan Fakultas Tarbiyah menjelang usianya yang ke-40 tahun. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Jika kehadiran editor bisa meningkatkan kualitas Buletin RABU, mengapa tidak?
BULETIN RABU, BERMUTUKAH?
(Tinjauan Kritis Perspektif Ejaan Bahasa Indonesia)
Izzatush Shobihah
(Tinjauan Kritis Perspektif Ejaan Bahasa Indonesia)
Izzatush Shobihah
(Pimpinan Redaksi dan Editor Buletin RUMAT BEM-FT)
I. Introduksi
Bermutunya suatu produk jelas akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Termasuk kualitas suatu bacaan, tentunya juga akan mempengaruhi selera dan minat para pembacanya. Terlepas dari kualitas wacana sebuah bacaan, ada hal yang menarik untuk diperbincangkan manakala bungkus atau fisik dari bacaan tersebut kurang begitu terselamatkan dari sisi kritisme. Dengan kata lain, tidak akan menutup kemungkinan banyak kritik dan saran, entah itu yang bersifat membangun atau malah menghancurkan, apabila dalam bacaan, buku, majalah, buletin, atau apapun bentuk dan istilahnya terdapat kekliruan, baik yang ringan maupun yang sangat fatal. Dan kekeliruan itulah yang mampu membuat pembaca semakin tak berkesan untuk menyimaknya sehingga mampu menyingkirkan kenyamanan mereka dalam menikmati sajian wacana tersebut.
II. Sensitivitas Ejaan
Kesalahan Satu Huruf = EFEK FATAL!
Pada tahun 2001, sebuah dialog antara guru dan siswa terjadi di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di bilangan kota Surabaya. Sang guru melihat pekerjaan si murid. Lensa mata sang guru menangkap bayangan dari tulisan si murid kemudian beliau menanyakannya, ”Ini tulisan apa, Nak?”
Si murid menjawab, ”Akhlak tercela, Pak.”
”Kok tulisan ’tercela’-nya diakhiri huruf ’h’?”
”Lho, salah ya, Pak?”
”Kalau tercela yang dimaksud adalah buruk atau tidak terpuji, maka tidak perlu memakai ’h’. Kalau tercelah, itu berarti terbelah atau didapati ada celah pada suatu benda. Apa ada akhlak yang terbelah?”
”Oooo...”, si murid kemudian mengambil penghapusnya dan menghilangkan huruf terakhir sehingga sempurnalah kata yang ditulisnya tadi.
Berefleksi dari cerita di atas, tentulah akibatnya masih belum begitu fatal, karena pembahasannya masih berada dalam ruang lingkup pendidikan dasar. Tapi, akan menjadi bahan pertimbangan yang serius jika si murid tidak mendapatkan kritikan yang membangun dari gurunya tadi. Pertimbangan yang serius itu bisa saja datang ketika si murid telah beranjak dewasa yang kemudian dia memilih jalan hidupnya sebagai ilmuwan dan ahli agama. Jika dia masih juga menggunakan istilah tercelah sebagai pengganti kata tidak terpuji, maka akan ada satu istilah baru dalam dunia keilmuan agama, khususnya Akidah Akhlak, yang mampu membuka pintu probabilitas lahirnya teori baru: AKHLAK TERCELAH. Betapa sinis dunia menertawainya bila dia masih saja eksis dengan istilahnya tersebut.
Sekali lagi, ini hanya salah satu contoh yang efek awalnya masih belum begitu fatal.
Colekan untuk Buletin RABU
Sampel tadi hanya satu titik dari sekian banyak titik perhatian dalam dunia pendidikan di Indonesia. Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang adalah salah satu titik yang perlu dicermati pula, apalagi dengan hadirnya Buletin RABU yang sudah menerbitkan tidak sedikit edisi untuk menggali potensi atau sebagai sarana belajar murid-muridnya. Dengan peran Buletin RABU yang merupakan manifestasi usaha untuk mengawali perubahan nasib warga didiknya menjadi lebih baik itu, otomatis menjadikan dirinya sebagai titik di dalam titik yang juga perlu diperhatikan dan dicermati.
Pembaca sekalian yang budiman, mari sejenak kita buka edisi Buletin RABU sebelum edisi ini. Sudah 8 edisi yang terlahir dari perasan otak para akademisi fakultas kita., terlepas dari seberapa banyak edisi yang telah kita baca, kita terima atau bahkan kita anggurkan hingga buletin-buletin itu berubah menjadi sahabat rumah laba-laba.
Pada bagian belakang halaman muka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008, kita akan menemukan tujuh wajah buletin dari awal peluncuran. Kualitas tata letak dan layout halaman mukanyapun meningkat dari edisi ke edisi. Tapi, Saudara-Saudara, bukan itu yang menjadi titik pembahasan tulisan ini. Coba kita simak dua contoh nyata (yang sebelumnya penulis pilih secara acak) di bawah ini.
Contoh 1
Silakan buka Buletin RABU edisi VII/Tahun VII/Juli 2008 halaman 19, kita akan menemui subjudul yang sudah cukup tepat ”Model Pembelajaran Langsung” dan itu ditulis tanpa tanda titik. Tapi kita coba bertamasya ke subjudul setelahnya, tepatnya pada halaman selanjutnya. Di situ ada tulisan dengan huruf tebal ”Model Pembelajaran Berbasis Masalah.” dan itu ditulis dengan menggunakan tanda titik. Padahal dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, label, dan sebagainya.
Entah itu adalah kesengajaan atau kesalahan teknis, yang jelas ketidaksempurnaan kaidah kepenulisan menurut aturan kebahasaan bangsa sendiri tersebut terulang lagi pada subjudul yang ditulis dengan tanda titik setelahnya: ”PENUTUP.”.
Contoh 2
Jelas perbedaan yang sangat menonjol ketika kali bening (sungai yang jernih) dipertemukan dengan Kalibening (nama suatu desa atau wilayah), tentunya terlepas dari ada tidaknya kali bening di dalam Kalibening. Perbedaan tanda spasi pada judul dan subjudul bisa memicu kesalahpahaman pembaca. Terlalu naif jika si teknis harus disalahkan berkali-kali.
Dua contoh di atas merupakan contoh dari ”dosa-dosa teknis” yang bisa kita temui pada lingkungan literatur kita sehari-hari. Otomatis, dosa-dosa tersebut juga mempengaruhi kualitas Buletin RABU sebagai buletin kebanggaan, terutama di mata mereka yang jeli sensitivitas EYD-nya.
III. Sebuah Tawaran Solutif Hadir
Keberadaan ”dosa-dosa teknis” tersebut tak terlepas dari eksistensi dan profesionalisme para ahli yang tergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.
Menurut susunan redaksi Buletin RABU edisi VIII/Tahun VIII/Juli 2009, dari sederetan nama tersebut tak ada satu orangpun yang menduduki posisi editor karena memang posisi itu tidak ada atau masih belum tersedia. Entah karena adanya double job atau bagaimana, yang pasti ”dosa-dosa” eksplisit tadi masih menyertai kehidupan Buletin RABU dari waktu ke waktu hingga edisi VIII.
Terlepas dari diterima atau tidak, sebuah tawaran solutif hadir melalui tulisan ini. Tak ada salahnya jika dalam susunan redaksi ada posisi baru, yakni EDITOR, setidaknya editor untuk artikel berbahasa Indonesia terlebih dahulu, melihat mayoritas artikel yang dimuat adalah artikel berbahasa kebanggaan bangsa ini. Bila perlu, sertakan mahasiswa untuk ikut bergabung dalam susunan redaksi Buletin RABU.
Sebagai bahan pertimbangannya, bukankah buletin ini adalah sarana bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya dalam dunia kepenulisan?
Semua memang butuh proses, tapi kesalahan juga perlu dibenahi. Tidak ada salahnya menghadirkan posisi editor dalam buletin kesayangan kita ini, apalagi mahasiswa juga diberi kesempatan untuk belajar tentang profesionalisme di dalamnya sebagai manifestasi kemajuan Fakultas Tarbiyah menjelang usianya yang ke-40 tahun. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Jika kehadiran editor bisa meningkatkan kualitas Buletin RABU, mengapa tidak?
Kotak ajaib:
Redaksi
Minggu, 27 Februari 2011
Buat yang Ngaku Muslim, Read This!!! (Cewek Juga Boleh, Kok..^^)
Mewakili semua suara akhwat...!!!
- ini adalah kisah yang sudah sangat melegenda:
- Tentang Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan negaranya demi si Ratu Penggoda:Cleopatra.
Semua dia lakukan (kata ahli sejarah)...atas nama cinta
- Ini kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa... tetap saja:atas nama cinta -
Satu lagi, seorang janda bernama Khadijah, yang rela mengorbankan segalanya demi membela pemuda bernama Muhammad, yang dia yakini
membawa risalah Tuhannya.
Ini juga :atas nama cinta.
Kata Jalaluddin Rumi: cinta akan membuat yang pahit menjadi manis dan dengan cinta tembaga menjadi emas, dengan cinta yang keruh menjadi jernih dan dengan cinta sakit menjadi obat, dengan cinta yang mati akan menjadi hidup dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya, dari pengetahuanlah cinta seperti tumbuh..
Afwan, aku bukan pujangga yang hendak membahas tentang cinta. Aku juga tidak sedang mencampuri urusan orang lain (Aku hanya ingin memposisikan diri sebagai seorang saudara, yang wajib hukumnya untuk mengingatkan saudaranya yang mungkin...salah langkah.)
Bila aku salah, atau .. artikel ini tak berkenan, mohon maaf.
Itu saatnya aku untuk dikritisi...
Aku ingin bicara atas nama wanita, terlebih akhwat (kalau boleh sih)
Tolong untuk para ikhwan (atau yang merasa sebagai muslim):
Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan mudah terbawa emosi. Terlepas bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut, tapi itu fakta. Sangat mudah membuat wanita bermimpi.
Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami. Mungkin kami akan melengos kalau disapa. Atau membuang muka kalau dipuji. Tapi, jujur saja, ada perasaan bangga. Bukan suka pada antum (mungkin) tapi suka karena diperhatikan "lebih".
Di antara kami, ada golongan Maryam yang pandai menjaga diri. Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci. Jangan antum tawarkan sebuah ikatan bernama ta'aruf bila antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya. sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma dalam hitungan bulan tetapi menginjak usia tahun, tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.
Tolong, pahami arti cinta seperti pemahaman Umar Al Faruq: seperti induk kuda yang melangkah hati-hati karena takut menginjak anaknya (afwan, bener ini ya riwayatnya?). Bukan mengajak kami ke bibir neraka. Dengan SMS-SMS mesra, telepon sayang, hadiah-hadiah ungkapan cinta dan kunjungan pemantapan yang dibungkus sebuah label: ta'aruf.
Tolong, kami hanya ingin menjaga diri. Menjaga amal kami tetap tertuju padaNYA. Karena janji Allah itu pasti. Wanita baik hanya diperuntukkan laki-laki baik. Jangan ajak mata kami berzina dengan memandangmu, jangan ajak telinga kami berzina dengan mendengar pujianmu, jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima hadiah kasih sayangmu, jangan ajak kaki kami berzina dengan mendatangimu, jangan ajak hati kami berzina dengan berkhalwat denganmu. Ada beda... persahabatan sebagai saudara, dengan hati yang sudah terjangkiti virus..... Beda itu bernama "rasa" dan "pemaknaan". Bukan, bukan seperti itu yang dicontohkan Rasulullah.
Antum memang bukan Mush'ab
Antum juga tak sekualitas Yusuf as.
Tetapi antum bukan Arjuna
Dan tak perlu berlagak seperti Casanova
Karena Islam sudah punya jalan keluar yang indah:
Segeralah menikah atau jauhi wanita dengan puasa. Tolong, sebelum antum memutuskan untuk mendatangi kami jawab dulu pertanyaan ini dengan jujur:
- setelah 3 bulan antum mendatangi dan menyatakan cinta, masihkah antum belum siap untuk mengikrarkan dalam sebuah pernikahan?
- ataukah antum masih butuh waktu lebih lama dan meminta kami menunggu, dengan alasan yang tidak syar'i dan terlalu duniawi?
Kalau jawabannya "YA",
"SELAMAT"!!!
Berarti antum lebih pantas masuk surga dibandingkan Ali bin Abi Thalib as. Dia baru berani mengatakan cinta kepada Fathimah, setelah menikah. Ali, pemuda kesayangan Rasul, tetapi menunggu waktu bertahun-tahun untuk mengatakannya. Bukan karena dia pengecut tentu saja justru karena dia adalah laki-laki kualitas surga...
Tolong, kami tidak ingin menyakiti hati calon suami kami yang sebenarnya. Mereka berusaha untuk menjaga hijab, agar datang kepada kami dalam kondisi suci hati, tetapi kami malah menjajakan cinta kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suami kami.
Atau antum sekarang sudah berani menjamin bahwa antum adalah calon suami kami sebenarnya? Maaf, wanita itu lemah dan mudah ditaklukkan. Sebagai saudara kami, tolong, jaga kami. Karena kami akan kuat menolak rayuan preman, tapi bisa jadi kami lemah dengansurat cinta kalian.
Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan yang diberkahiNYA?
Bukankah lebih membahagiakan bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhoiNYA?
MAAF KALOADA KATA2 YANG TIDAK PANTAS
- ini adalah kisah yang sudah sangat melegenda:
- Tentang Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan negaranya demi si Ratu Penggoda:Cleopatra.
Semua dia lakukan (kata ahli sejarah)...atas nama cinta
- Ini kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa... tetap saja:atas nama cinta -
Satu lagi, seorang janda bernama Khadijah, yang rela mengorbankan segalanya demi membela pemuda bernama Muhammad, yang dia yakini
membawa risalah Tuhannya.
Ini juga :atas nama cinta.
Kata Jalaluddin Rumi: cinta akan membuat yang pahit menjadi manis dan dengan cinta tembaga menjadi emas, dengan cinta yang keruh menjadi jernih dan dengan cinta sakit menjadi obat, dengan cinta yang mati akan menjadi hidup dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya, dari pengetahuanlah cinta seperti tumbuh..
Afwan, aku bukan pujangga yang hendak membahas tentang cinta. Aku juga tidak sedang mencampuri urusan orang lain (Aku hanya ingin memposisikan diri sebagai seorang saudara, yang wajib hukumnya untuk mengingatkan saudaranya yang mungkin...salah langkah.)
Bila aku salah, atau .. artikel ini tak berkenan, mohon maaf.
Itu saatnya aku untuk dikritisi...
Aku ingin bicara atas nama wanita, terlebih akhwat (kalau boleh sih)
Tolong untuk para ikhwan (atau yang merasa sebagai muslim):
Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan mudah terbawa emosi. Terlepas bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut, tapi itu fakta. Sangat mudah membuat wanita bermimpi.
Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami. Mungkin kami akan melengos kalau disapa. Atau membuang muka kalau dipuji. Tapi, jujur saja, ada perasaan bangga. Bukan suka pada antum (mungkin) tapi suka karena diperhatikan "lebih".
Di antara kami, ada golongan Maryam yang pandai menjaga diri. Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci. Jangan antum tawarkan sebuah ikatan bernama ta'aruf bila antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya. sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma dalam hitungan bulan tetapi menginjak usia tahun, tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.
Tolong, pahami arti cinta seperti pemahaman Umar Al Faruq: seperti induk kuda yang melangkah hati-hati karena takut menginjak anaknya (afwan, bener ini ya riwayatnya?). Bukan mengajak kami ke bibir neraka. Dengan SMS-SMS mesra, telepon sayang, hadiah-hadiah ungkapan cinta dan kunjungan pemantapan yang dibungkus sebuah label: ta'aruf.
Tolong, kami hanya ingin menjaga diri. Menjaga amal kami tetap tertuju padaNYA. Karena janji Allah itu pasti. Wanita baik hanya diperuntukkan laki-laki baik. Jangan ajak mata kami berzina dengan memandangmu, jangan ajak telinga kami berzina dengan mendengar pujianmu, jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima hadiah kasih sayangmu, jangan ajak kaki kami berzina dengan mendatangimu, jangan ajak hati kami berzina dengan berkhalwat denganmu. Ada beda... persahabatan sebagai saudara, dengan hati yang sudah terjangkiti virus..... Beda itu bernama "rasa" dan "pemaknaan". Bukan, bukan seperti itu yang dicontohkan Rasulullah.
Antum memang bukan Mush'ab
Antum juga tak sekualitas Yusuf as.
Tetapi antum bukan Arjuna
Dan tak perlu berlagak seperti Casanova
Karena Islam sudah punya jalan keluar yang indah:
Segeralah menikah atau jauhi wanita dengan puasa. Tolong, sebelum antum memutuskan untuk mendatangi kami jawab dulu pertanyaan ini dengan jujur:
- setelah 3 bulan antum mendatangi dan menyatakan cinta, masihkah antum belum siap untuk mengikrarkan dalam sebuah pernikahan?
- ataukah antum masih butuh waktu lebih lama dan meminta kami menunggu, dengan alasan yang tidak syar'i dan terlalu duniawi?
Kalau jawabannya "YA",
"SELAMAT"!!!
Berarti antum lebih pantas masuk surga dibandingkan Ali bin Abi Thalib as. Dia baru berani mengatakan cinta kepada Fathimah, setelah menikah. Ali, pemuda kesayangan Rasul, tetapi menunggu waktu bertahun-tahun untuk mengatakannya. Bukan karena dia pengecut tentu saja justru karena dia adalah laki-laki kualitas surga...
Tolong, kami tidak ingin menyakiti hati calon suami kami yang sebenarnya. Mereka berusaha untuk menjaga hijab, agar datang kepada kami dalam kondisi suci hati, tetapi kami malah menjajakan cinta kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suami kami.
Atau antum sekarang sudah berani menjamin bahwa antum adalah calon suami kami sebenarnya? Maaf, wanita itu lemah dan mudah ditaklukkan. Sebagai saudara kami, tolong, jaga kami. Karena kami akan kuat menolak rayuan preman, tapi bisa jadi kami lemah dengan
Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan yang diberkahiNYA?
Bukankah lebih membahagiakan bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhoiNYA?
MAAF KALO
sumber: http://luveronation.nice-forum.net/t496-khusus-untuk-ikhwan-tp-akhwat-blh-baca (dengan sedikit suntingan)
Rabu, 26 Januari 2011
Judul Skripsiku
Masya Allah, sulit banget sih nyari judul penelitian yang sesuai dengan judul skripsiku. Nyari di mbah Google gak ketemu2. Nyari di perpus institut gak ketemu, kebanyakan tentang hukum, bukan tentang skripsi yang berhubungan dengan judulku. Nyari di perpus atas (LP3), gak ada. Rada tinglung juga leher nih pas nyari di lemari2 gede itu. So, setelah konsul ke dosen2, ke ahli2, kata mereka berarti skripsiku gak perlu nyantumin review penelitian sebelumnya, karena memang tidak ketemu ato tidak ada yang pernah membahas ini sebelumnya. Bahkan ada salah satu di antara mereka, DR. H. Mardliyah, M.Ag, yang pesen skripsiku kalo udah jadi bilang bahwa skripsiku memang yang pertama. (Gak tau di IKAHA, atau di Jombang, atau malah di Jawa. *ngarep!*)
"Ntar kalo (skripsinya) udah jadi, saya dikasih softcopy dan hardcopy-nya ya. Lewat CD aja gapapa, gak perlu lewat flashdisk, sama yang fotokopian," kata dosen berbadan subur ini.
Yealah, ibu! Skripsi aja belum jadi, udah diantri. Mana temen2 yang tau langsung seia sekata dengan Bu Mar lagi. Beeeeuuhh!!!! Ya mohon doanya aja moga2 cepet selesai. Hmmmm, kalo pertama2 gini trus ada salahnya, biasanya dima'fu ya, hehehehe..^^
Oke, bagi pembaca yang pernah nemu judul penelitian atau judul skripsi (bukan judul buku) yang berhubungan dengan judul skripsiku, beritau ya. Judul skripsiku:
ISLAMIC PERSPECTIVE ON THE CHARACTERISTIC OF PIOUS WIFE
(COMPARATIVE ANALYSIS BETWEEN ASMA NADIA AND MUHAMMAD QURAISH SHIHAB)
Kalo dalam bahasa Indonesia, artinya gini, "Karakteristik Istri Sholihah Perspektif Islam (Analisis Komparatif antara Asma Nadia dan Muhammad Quraish Shihab)"
Kasih info ya sob..
Makasih sebelumnya..
"Ntar kalo (skripsinya) udah jadi, saya dikasih softcopy dan hardcopy-nya ya. Lewat CD aja gapapa, gak perlu lewat flashdisk, sama yang fotokopian," kata dosen berbadan subur ini.
Yealah, ibu! Skripsi aja belum jadi, udah diantri. Mana temen2 yang tau langsung seia sekata dengan Bu Mar lagi. Beeeeuuhh!!!! Ya mohon doanya aja moga2 cepet selesai. Hmmmm, kalo pertama2 gini trus ada salahnya, biasanya dima'fu ya, hehehehe..^^
Oke, bagi pembaca yang pernah nemu judul penelitian atau judul skripsi (bukan judul buku) yang berhubungan dengan judul skripsiku, beritau ya. Judul skripsiku:
ISLAMIC PERSPECTIVE ON THE CHARACTERISTIC OF PIOUS WIFE
(COMPARATIVE ANALYSIS BETWEEN ASMA NADIA AND MUHAMMAD QURAISH SHIHAB)
Kalo dalam bahasa Indonesia, artinya gini, "Karakteristik Istri Sholihah Perspektif Islam (Analisis Komparatif antara Asma Nadia dan Muhammad Quraish Shihab)"
Kasih info ya sob..
Makasih sebelumnya..
Kotak ajaib:
Skripsi
Rabu, 08 Desember 2010
Maee Photoe
Kotak ajaib:
Album
Selasa, 07 Desember 2010
Calon Dokter dari UI
New job!
New profession!
New desk!
Pagi ini sebelum berangkat ke kampus aku menyempatkan diri untuk mengembalikan buku ke Basecamp FASSAL karena ada 4 buku yang belum ku kembalikan yang ku pake buat nyari judul skripsi kemarin. Setelah itu langsung berangkat ke perpustakaan pusat buat mbalikin buku yang dah saatnya dikembaliin. Dah cukup trauma juga sih telat ngembaliin buku ke sono, habisnya sekarang dendanya naik dua kali lipat dari denda sebelumnya. Sekarang jadi Rp. 200/buku/hari. Sekarang keliatan banget kalo telat dua bulan dendanya dah bisa ku pake buat beli buku baru milik sendiri.
Berhubung dilema tragis itulah yang mbuatku harus kembali ke tradisi SMAku dulu: DISIPLIN.. Akhirnya dengan kesadaran penuh *lebih tepatnya takut kena denda yang lebih biadab lagi* aku kembalikan 2 buku yang sebelumnya ku pinjam TEPAT PADA WAKTUNYA, Sodara2.
Begitu sampai di lante 2 yang notabene merupakan tempat peminjaman dan pengembalian buku aku langsung naruh buku untuk dikembalikan dan nyari buku lainnya untuk dipinjam. Karena server buat pendataan di komputernya mati, akhirnya pendataan buat pengembalian dan peminjamannya kembali ke teknis manual alias ditulis make tangan..
Balada belum terjadi ketika yang didata adalah buku pinjaman yang ku kembalikan. Tapi tak lama kemudian yang didata dalah buku yang baru ku pinjam. Mau tidak mau terjadi juga percakapan selanjutnya ketika pendataan dua buku tersebut: Prophetic Medicine karyanya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dan Penyakit Kulit dan Kelamin karya dr. Puspita Laksmintari.
"Servernya mati, Mbak?" ku beranikan diri bertanya.
Dengan ramah sang petugas menjawab, "Iya, Mbak.."
Tidak lama keudian, mungkin karena telah mencerna buku pertama yang ku pinjam (Prophetic Medicine) akhirnya dia bertanya, mungkin menebak2, "Akper, Mbak?"
"Ow, nggak..", jawabku sambil senyum tanpa birahi.
Sang petugas masih terus mendata, kali ini buku yang kedua (Penyakit Kulit dan Kelamin). tetap dengan nada penasaran, "Dokter, Mbak?"
"Nggak jugaa..", kataku dengan senyum yang mulai ramah.
"Ooo", sang petugas masih juga percaya dengan tatapan yang masih istiqomah penasarannya. Sejurus kemudian pendataan selesai dan sebelum aku meninggalkan meja petugas, aku berkata,
"Kalau calon dokter, iya," kataku sambil tetap senyum. Kali ini dengan sukses aku tersenyum najis trilili. Benar2 mugholadhoh!
Eh, malah sang petugas menanggapi serius, "Sama aja, Mbak. Ya itu maksud saya." Kali ini tatapannya bukan lagi karena penasaran, bukan juga kagum, salut atau bangga. Tapi tampaknya lebih karena melihat cewek dengan muka tak rata make baju batik yang berada di hadapannya bisa mendapatkan gelar DOKTER, mengingat tinggi badan yang semampai (semeter tak sampai) ini.
Barangkali jika setelah ku tinggalkan mejanya lantas dia bilang, "Masya Allah, universitas mana ya yang mau ngelulusin dokter cebol kayak dia?", maka aku tak akan ragu menjawab, "UI!" dan ku teruskan di dalam hati, di Jombang.
Fakta: Mohon doanya aja dari temen2, moga2 aku segera bisa jadi dokter, dengan spesialisasi Sp.Pd (Spesialis Pendidikan), yang siap menyembuhkan sekolah dan pendidikan di Indonesia dari penyakit-penyakitnya, walaupun tanpa gelar "dr" (dokter) di depan namaku..
New profession!
New desk!
Pagi ini sebelum berangkat ke kampus aku menyempatkan diri untuk mengembalikan buku ke Basecamp FASSAL karena ada 4 buku yang belum ku kembalikan yang ku pake buat nyari judul skripsi kemarin. Setelah itu langsung berangkat ke perpustakaan pusat buat mbalikin buku yang dah saatnya dikembaliin. Dah cukup trauma juga sih telat ngembaliin buku ke sono, habisnya sekarang dendanya naik dua kali lipat dari denda sebelumnya. Sekarang jadi Rp. 200/buku/hari. Sekarang keliatan banget kalo telat dua bulan dendanya dah bisa ku pake buat beli buku baru milik sendiri.
Berhubung dilema tragis itulah yang mbuatku harus kembali ke tradisi SMAku dulu: DISIPLIN.. Akhirnya dengan kesadaran penuh *lebih tepatnya takut kena denda yang lebih biadab lagi* aku kembalikan 2 buku yang sebelumnya ku pinjam TEPAT PADA WAKTUNYA, Sodara2.
Begitu sampai di lante 2 yang notabene merupakan tempat peminjaman dan pengembalian buku aku langsung naruh buku untuk dikembalikan dan nyari buku lainnya untuk dipinjam. Karena server buat pendataan di komputernya mati, akhirnya pendataan buat pengembalian dan peminjamannya kembali ke teknis manual alias ditulis make tangan..
Balada belum terjadi ketika yang didata adalah buku pinjaman yang ku kembalikan. Tapi tak lama kemudian yang didata dalah buku yang baru ku pinjam. Mau tidak mau terjadi juga percakapan selanjutnya ketika pendataan dua buku tersebut: Prophetic Medicine karyanya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dan Penyakit Kulit dan Kelamin karya dr. Puspita Laksmintari.
"Servernya mati, Mbak?" ku beranikan diri bertanya.
Dengan ramah sang petugas menjawab, "Iya, Mbak.."
Tidak lama keudian, mungkin karena telah mencerna buku pertama yang ku pinjam (Prophetic Medicine) akhirnya dia bertanya, mungkin menebak2, "Akper, Mbak?"
"Ow, nggak..", jawabku sambil senyum tanpa birahi.
Sang petugas masih terus mendata, kali ini buku yang kedua (Penyakit Kulit dan Kelamin). tetap dengan nada penasaran, "Dokter, Mbak?"
"Nggak jugaa..", kataku dengan senyum yang mulai ramah.
"Ooo", sang petugas masih juga percaya dengan tatapan yang masih istiqomah penasarannya. Sejurus kemudian pendataan selesai dan sebelum aku meninggalkan meja petugas, aku berkata,
"Kalau calon dokter, iya," kataku sambil tetap senyum. Kali ini dengan sukses aku tersenyum najis trilili. Benar2 mugholadhoh!
Eh, malah sang petugas menanggapi serius, "Sama aja, Mbak. Ya itu maksud saya." Kali ini tatapannya bukan lagi karena penasaran, bukan juga kagum, salut atau bangga. Tapi tampaknya lebih karena melihat cewek dengan muka tak rata make baju batik yang berada di hadapannya bisa mendapatkan gelar DOKTER, mengingat tinggi badan yang semampai (semeter tak sampai) ini.
Barangkali jika setelah ku tinggalkan mejanya lantas dia bilang, "Masya Allah, universitas mana ya yang mau ngelulusin dokter cebol kayak dia?", maka aku tak akan ragu menjawab, "UI!" dan ku teruskan di dalam hati, di Jombang.
Fakta: Mohon doanya aja dari temen2, moga2 aku segera bisa jadi dokter, dengan spesialisasi Sp.Pd (Spesialis Pendidikan), yang siap menyembuhkan sekolah dan pendidikan di Indonesia dari penyakit-penyakitnya, walaupun tanpa gelar "dr" (dokter) di depan namaku..
Kotak ajaib:
Favorit
Minggu, 10 Oktober 2010
Akhirnya Bumipun Meminta Haknya
Selesai makan malam, agenda selanjutnya di malam liburan ini adalah MEROKOK SAMBIL NONTON TV. Stop kontak sudah tertancap dan segera kuraih remote control yang ada di atas meja depan tv. Sekilas ada kepuasan yang melintas di dada. Bagaimana tidak, bagi laki-laki sepertiku, kenikmatan apa yang bisa menandingi hisapan rokok setelah perut kenyang? Ternyata dalil yang diucapkan perempuan itu benar:
Ni’matul ‘uduud ba’dad dahaar.
Hahahaha, memang kenikmatan merokok itu setelah makan. Kali ini aku setuju dengan dia, tapi tidak untuk sikap antirokoknya itu. Pernah suatu hari dengan seenaknya dia menyuruhku pergi gara-gara dia tidak suka asap rokok. Alasannya karena asap rokok itu lebih membunuh mereka yang tidak merokok daripada perokok itu sendiri. Kalau menurut aku sih, siapa suruh jadi perokok pasif! Lebih baik jadi perokok aktif sajalah, resikonya juga lebih ringan. Ya gak?
“Jadi orang blo’on banget sih ente nih! Kalo emang nyari resiko yang lebih ringan, ya udah, mending gak usah merokok dan gak usah kumpul dengan manusia ahli hisap (sebutan untuk para perokok di komunitasku) aja sekalian! Pokoknya ente boleh merokok di dekatku asal gak ngeluarin asap!”
Teman-teman yang mendengar pernyataan terakhirnya itu langsung geerrrr… Maklum, untuk komunitas pecinta seksologi seperti kami seringkali ada neuron otak yang menghubungkan setiap kata yang tertangkap gendang telinga dengan istilah dunia prostitusi. Harap keikhlasannya untuk tetap membaca tulisan ini sampai selesai. Kami memang terbiasa dengan pernyataan-pernyataan yang membutuhkan banyak penafsiran itu dan kami menyukainya untuk sekedar melepas penat. Jika ada yang mual, langsung dimuntahkan saja, aku tadi sudah kok. Di kamar mandi, muntah karena merokok tanpa asap.
Oke, sekarang aku sedang menyaksikan salah satu acara televisi yang judulnya hampir sama dengan nama senjata tajam, meskipun ukurannya kecil. (Kali ini tidak ada hubungannya dengan istilah dunia prostitusi, sumpah!) Acara tersebut menampilkan sebuah pohon beringin besar di wilayah pemakaman yang roboh karena terseret angin puting beliung. (Sekali lagi, tolong jangan meniru kelakuanku dan teman-temanku untuk menghubungkan kedua kata sebelum tanda buka kurung tadi dengan rangkaian huruf yang kurang beradab! Terima kasih.)
Diberitakan juga bahwa bencana yang akhir-akhir ini sering melanda negeri yang katanya kaya raya tersebut tidak hanya mengganggu ketenangan mereka-mereka yang masih hidup, tapi juga mengganggu mereka-mereka yang sedang istirahat tenang di alam sana. Barangkali kesimpulan itu diambil dari fakta bahwa ada kijingan makam yang mencuat hingga berdiri 180 derajat di sekitar akar pohon beringin yang tumbang di kawasan Jawa Barat itu dan memperlihatkan isinya yang masih terbungkus kafan.
Wah, wah, wah…
Beberapa hari sebelumnya di wilayah Timur juga terdengar kabar mengenai banjir bandang yang menyebabkan 97 warga tewas dan 70 warga masih belum ditemukan. Karena aku hanya mendengar kabar tersebut samar-samar, aku hanya jadi pendengar yang baik hati ketika ada yang berkata bahwa rumah yang terseret banjir itu menjadi seperti kapal-kapalannya adik-adik TK dan SD di dalam bak kamar mandi. Bahkan beberapa waktu yang lalu juga ada tanah longsor di sejumlah tempat dan jalan yang ambrol hingga aspalnya hilang beberapa puluh meter. Rumah dan bangunan yang megahpun tak lagi berpenghuni. Semuanya mengungsi ke tempat yang katanya (lagi) lebih aman. Rata-rata berita tersebut menggunakan cuaca yang ekstrim sebagai alasannya.
Ck, ck, ck…
Aku yang kata perempuan itu disumpahi blo’on mulai sedikit berpikir. Kalau tumbangnya pohon yang berumur sekitar 20 tahun tersebut juga karena cuaca yang ekstrim, lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini?
Ah, pikiranku jadi penat! Aku kok malah ikut-ikutan pusing begini sih? Apa urusanku dengan mereka yang terkena bencana itu? Masa bodo, yang penting sekarang aku masih bisa menikmati rokok dengan secangkir kopi legam. Tapi tunggu! Bagaimana kalau yang ada di dalam bencana itu adalah ibuku, orang tuaku satu-satunya? Ibuku?
Aku bergegas menuju kamar tidur. Ibuku tidak ada. Kemana perginya dia? Kutanyakan kepada tetanggaku yang jarang aku sapa, katanya ibuku ikut pengajian di desa sebelah. Setelah aku ucapkan terima kasih kepada tetanggaku itu ada kelegaan yang mendalam ketika kulihat ibuku sudah memasuki pintu rumah dengan membawa sajian pengajian alias berkat. Kurang ajar! Anak macam apa aku ini sampai dimana ibuku berada saja aku tak tahu. Bagaimana aku bisa memastikan keadaannya baik-baik saja jika keberadaannya tak pernah kuperhatikan? Selepas berpisahnya ibu dan ayahku karena perbedaan prinsip, yang kukerjakan hanyalah makan, tidur, nongkrong, kebut-kebutan di jalan, ya seputar itulah duniaku. Tak ada makna, tak ada manfaat untuk orang lain. Ah, persetan dengan makna dan manfaat!
Sekali lagi, aku yang pernah disumpahi teman perempuanku sebagai orang yang blo’on kembali berpikir ilmiah, meskipun sedikit. Tampaknya bukan hanya cuaca yang ekstrim yang menyebabkan bencana itu terjadi, tapi juga kurangnya regenerasi dan penghijauan kembali di wilayah padat penduduk. Ditambah lagi jumlah pemukiman warga juga semakin mempersempit lahan hijau dan polusi yang semakin hari semakin memperbesar lubang intip matahari lewat ozon bumi. Heh? Polusi?
Bentar, bentar!
“Iiiiiggghhh, ente nih apa-apaan sih? Malem-malem gini telpon orang yang lagi tidur! Ini udah jam berapa? Gangguin orang lagi istirahat aja! Ada apa?”, celoteh perempuan itu di seberang sana.
“Gini, Jeng King, eh salah, Jeng Ping, selain asap pabrik dan kendaraan bermotor, polusi itu apa lagi?”
“Ente nih cuma mau tanya gituan doang? Ya elah, Kho, Kho!”, terdengar perempuan yang bernama Pingky itu menguap, “Hoooaaahmm, ya banyaklah! Mulai dari plastik yang ente buang sembarangan, asap dan suara motor yang ente pake buat kebut-kebutan pas malem-malem di jalan raya tuh, air bekas deterjen yang kemaren ente pake buat nyuci baju sampe asep rokok ente juga polusi!”
Yah, dia mulai beraksi. Stay tune untuk tetap menjadi pendengar yang baik.
“Makanya daur ulang tuh limbah, buang sampah pada tempatnya, tanem pohon mulai sekarang dan JANGAN MEROKOK! Ente kan demen banget merokok, mana bungkus dan plastiknya gak pernah masuk tempat sampah lagi, mesti dibuang sembarangan! Kalo yang ngerokok cuma ente sih mungkin gak banget-banget masalahnya, karena perokok kayak ente tuh gak akan pernah bisa tua karena rata-rata bakalan mati muda.”
Tunggu, tunggu!
Kayaknya kali ini aku memang benar-benar pantas untuk dinobatkan menjadi pendengar yang baik untuk si Pingky. Tapi bukan itu penobatan itu yang aku cari.
“Tapi kalo perokok kayak ente nih jumlahnya lebih dari satu negara trus ngerokoknya setiap hari, setiap waktu, setiap 3 menit ngabisin satu batang, walah-walah, bisa-bisa atap rumahku kebakar matahari langsung tuh gara-gara ozonnya bolong dimana-mana kena polusi asap rokok. Emangnya kenapa siy kalo gak me…..”
Bla bla bla bla. Dia begitu tamak mengunyah aksara. Mulai merokok sampai ke kebakaran hutan, terus menyambung ke bumi yang sudah keberatan muatan. Hingga akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk bertanya ketika dia mulai menguap, tanda matanya agak tidak bisa diajak kompromi. Tapi mungkin dia memaksakan. Buktinya…
“Tapi kalo misalnya ntar nanem pohon trus pohonnya kena puting beliung juga gimana?”
“Lhah kalo yang nanem itu manusia macem ente, trus kok masih juga kena musibah kayak gitu, itu mungkin karena dosa ente, kenapa ente gak segera tobat-tobat. Makanya sebelum Allah ngasih peringatan, ente tuh cepetan sadar dan segera balik ke Yang Ngecat Cabe. Lagian, pelit banget sih, masa ente tega cuma nanem satu tumbuhan doang? Tiga kek, ato lima gitu, syukur-syukur satu kebon. Dah, ah, aku mau tidur lagi! Alamicum…”
Tut tut tut! Nada telpon mati mengakhiri salamnya dengan lafal kekanak-kanakan.
Kalau ingat-ingat kata-kata dia yang terakhir, apa benar musibah di negeri ini sedikit banyak juga karena sumbangan dosaku? Emang dia gak punya dosa? Kan cuma malaikat yang gak punya dosa. Emang dia malaikat? Fiuh! Kok aku jadi masuk ke pembahasan dosanya Pingky gini sih? Kalau yang aku butuhkan itu saran dan pendapatnya, kenapa aku mesti mikirin siapa dia? Bukannya yang penting itu apa yang aku cari udah aku dapat? Eh, sejak kapan aku mau mendengarkan saran dan nasihat orang lain?
Ah, masa bodo! Lebih baik aku menuruti nasihat si Lidah Yang Gak Bisa Keriting itu sebelum ibuku menjadi korban banjir bandang. Sebelum satu-satunya orang yang memilih lebih mendahulukan aku makan sebelum dia sendiri makan digerogoti kanker paru-paru karena asap rokokku.
Sebelum nisanku tercabut oleh angin rebut gara-gara saking tuanya pohon di sekitar makamku.
Sebelum si bumi kembali meminta haknya atas pasirnya yang telah aku rampas untuk bangunan rumahku. Atas udara yang tak pernah luput dari pekaknya suara gembreng dan asap motorku. Atas airnya yang setiap hari kulimbahi dengan sabun yang kupakai untuk mengenyangkan syahwatku sendiri. Atas oksigen yang mungkin sudah terlalu bosan untuk menahan nafas karena masuk ke dalam hidungku yang penuh dengan asap rokok. Atas semua penghinaan dan penyiksaaan yang telah aku lakukan kepada bumi ini. Sebelum akhirnya ketenanganku dan ketenangan ibuku di alam barzah terusik.
Baru kali ini aku merasa bersalah.
Merasa kehidupanku selama ini tidak ada gunanya sama sekali. Merasa bahwa aku telah menjadi pecundang sepanjang masa. Tak mau berpikir apalagi berusaha menjadi orang yang berguna untuk kebaikan orang lain dan alam sekitarku. Tapi aku merasa masih merasa berat untuk meninggalkan asap rokokku dan kepuasan “rokok”ku yang itu, bahkan cenderung tidak mungkin.
Memoriku kembali mengingatkanku pada ucapan si cerewet tadi, “Yang penting prosesnya, ente harus berusaha untuk berhenti merokok, entah itu merokok dengan asap atau dengan busa. Penilaian Allah tuh bukan kayak UAN, Bro! Yang Allah lihat tuh bukan melulu hasil akhirnya aja, tapi juga seberapa konsisten ente berusaha dan seberapa keras ente mau berjuang untuk menjadi hambaNya yang baik hati, gak sombong dan rajin menabung. Kalo rajin menabung kan dah banyak tuh uang yang terselamatkan dari ajal untuk menjadi abu rokok. Ya gak?”
Dia benar. Ya Allah, meski aku belum bisa berhenti total dari merokok, dengan asap maupun tanpa asap, beri aku kekuatan untuk terus berusaha meninggalkannya, walaupun dengan cara pelan-pelan dan bertahap.
Bismillah…
Aku bertobat kepadaMu, wahai Dzat Yang Mengecat Cabe.
(Terima kasih kepada si Ikho atas curahan hati dan konsultasinya, semoga niatan baikmu dibantu sepenuhnya oleh Allah..)
Ni’matul ‘uduud ba’dad dahaar.
Hahahaha, memang kenikmatan merokok itu setelah makan. Kali ini aku setuju dengan dia, tapi tidak untuk sikap antirokoknya itu. Pernah suatu hari dengan seenaknya dia menyuruhku pergi gara-gara dia tidak suka asap rokok. Alasannya karena asap rokok itu lebih membunuh mereka yang tidak merokok daripada perokok itu sendiri. Kalau menurut aku sih, siapa suruh jadi perokok pasif! Lebih baik jadi perokok aktif sajalah, resikonya juga lebih ringan. Ya gak?
“Jadi orang blo’on banget sih ente nih! Kalo emang nyari resiko yang lebih ringan, ya udah, mending gak usah merokok dan gak usah kumpul dengan manusia ahli hisap (sebutan untuk para perokok di komunitasku) aja sekalian! Pokoknya ente boleh merokok di dekatku asal gak ngeluarin asap!”
Teman-teman yang mendengar pernyataan terakhirnya itu langsung geerrrr… Maklum, untuk komunitas pecinta seksologi seperti kami seringkali ada neuron otak yang menghubungkan setiap kata yang tertangkap gendang telinga dengan istilah dunia prostitusi. Harap keikhlasannya untuk tetap membaca tulisan ini sampai selesai. Kami memang terbiasa dengan pernyataan-pernyataan yang membutuhkan banyak penafsiran itu dan kami menyukainya untuk sekedar melepas penat. Jika ada yang mual, langsung dimuntahkan saja, aku tadi sudah kok. Di kamar mandi, muntah karena merokok tanpa asap.
Oke, sekarang aku sedang menyaksikan salah satu acara televisi yang judulnya hampir sama dengan nama senjata tajam, meskipun ukurannya kecil. (Kali ini tidak ada hubungannya dengan istilah dunia prostitusi, sumpah!) Acara tersebut menampilkan sebuah pohon beringin besar di wilayah pemakaman yang roboh karena terseret angin puting beliung. (Sekali lagi, tolong jangan meniru kelakuanku dan teman-temanku untuk menghubungkan kedua kata sebelum tanda buka kurung tadi dengan rangkaian huruf yang kurang beradab! Terima kasih.)
Diberitakan juga bahwa bencana yang akhir-akhir ini sering melanda negeri yang katanya kaya raya tersebut tidak hanya mengganggu ketenangan mereka-mereka yang masih hidup, tapi juga mengganggu mereka-mereka yang sedang istirahat tenang di alam sana. Barangkali kesimpulan itu diambil dari fakta bahwa ada kijingan makam yang mencuat hingga berdiri 180 derajat di sekitar akar pohon beringin yang tumbang di kawasan Jawa Barat itu dan memperlihatkan isinya yang masih terbungkus kafan.
Wah, wah, wah…
Beberapa hari sebelumnya di wilayah Timur juga terdengar kabar mengenai banjir bandang yang menyebabkan 97 warga tewas dan 70 warga masih belum ditemukan. Karena aku hanya mendengar kabar tersebut samar-samar, aku hanya jadi pendengar yang baik hati ketika ada yang berkata bahwa rumah yang terseret banjir itu menjadi seperti kapal-kapalannya adik-adik TK dan SD di dalam bak kamar mandi. Bahkan beberapa waktu yang lalu juga ada tanah longsor di sejumlah tempat dan jalan yang ambrol hingga aspalnya hilang beberapa puluh meter. Rumah dan bangunan yang megahpun tak lagi berpenghuni. Semuanya mengungsi ke tempat yang katanya (lagi) lebih aman. Rata-rata berita tersebut menggunakan cuaca yang ekstrim sebagai alasannya.
Ck, ck, ck…
Aku yang kata perempuan itu disumpahi blo’on mulai sedikit berpikir. Kalau tumbangnya pohon yang berumur sekitar 20 tahun tersebut juga karena cuaca yang ekstrim, lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini?
Ah, pikiranku jadi penat! Aku kok malah ikut-ikutan pusing begini sih? Apa urusanku dengan mereka yang terkena bencana itu? Masa bodo, yang penting sekarang aku masih bisa menikmati rokok dengan secangkir kopi legam. Tapi tunggu! Bagaimana kalau yang ada di dalam bencana itu adalah ibuku, orang tuaku satu-satunya? Ibuku?
Aku bergegas menuju kamar tidur. Ibuku tidak ada. Kemana perginya dia? Kutanyakan kepada tetanggaku yang jarang aku sapa, katanya ibuku ikut pengajian di desa sebelah. Setelah aku ucapkan terima kasih kepada tetanggaku itu ada kelegaan yang mendalam ketika kulihat ibuku sudah memasuki pintu rumah dengan membawa sajian pengajian alias berkat. Kurang ajar! Anak macam apa aku ini sampai dimana ibuku berada saja aku tak tahu. Bagaimana aku bisa memastikan keadaannya baik-baik saja jika keberadaannya tak pernah kuperhatikan? Selepas berpisahnya ibu dan ayahku karena perbedaan prinsip, yang kukerjakan hanyalah makan, tidur, nongkrong, kebut-kebutan di jalan, ya seputar itulah duniaku. Tak ada makna, tak ada manfaat untuk orang lain. Ah, persetan dengan makna dan manfaat!
Sekali lagi, aku yang pernah disumpahi teman perempuanku sebagai orang yang blo’on kembali berpikir ilmiah, meskipun sedikit. Tampaknya bukan hanya cuaca yang ekstrim yang menyebabkan bencana itu terjadi, tapi juga kurangnya regenerasi dan penghijauan kembali di wilayah padat penduduk. Ditambah lagi jumlah pemukiman warga juga semakin mempersempit lahan hijau dan polusi yang semakin hari semakin memperbesar lubang intip matahari lewat ozon bumi. Heh? Polusi?
Bentar, bentar!
“Iiiiiggghhh, ente nih apa-apaan sih? Malem-malem gini telpon orang yang lagi tidur! Ini udah jam berapa? Gangguin orang lagi istirahat aja! Ada apa?”, celoteh perempuan itu di seberang sana.
“Gini, Jeng King, eh salah, Jeng Ping, selain asap pabrik dan kendaraan bermotor, polusi itu apa lagi?”
“Ente nih cuma mau tanya gituan doang? Ya elah, Kho, Kho!”, terdengar perempuan yang bernama Pingky itu menguap, “Hoooaaahmm, ya banyaklah! Mulai dari plastik yang ente buang sembarangan, asap dan suara motor yang ente pake buat kebut-kebutan pas malem-malem di jalan raya tuh, air bekas deterjen yang kemaren ente pake buat nyuci baju sampe asep rokok ente juga polusi!”
Yah, dia mulai beraksi. Stay tune untuk tetap menjadi pendengar yang baik.
“Makanya daur ulang tuh limbah, buang sampah pada tempatnya, tanem pohon mulai sekarang dan JANGAN MEROKOK! Ente kan demen banget merokok, mana bungkus dan plastiknya gak pernah masuk tempat sampah lagi, mesti dibuang sembarangan! Kalo yang ngerokok cuma ente sih mungkin gak banget-banget masalahnya, karena perokok kayak ente tuh gak akan pernah bisa tua karena rata-rata bakalan mati muda.”
Tunggu, tunggu!
Kayaknya kali ini aku memang benar-benar pantas untuk dinobatkan menjadi pendengar yang baik untuk si Pingky. Tapi bukan itu penobatan itu yang aku cari.
“Tapi kalo perokok kayak ente nih jumlahnya lebih dari satu negara trus ngerokoknya setiap hari, setiap waktu, setiap 3 menit ngabisin satu batang, walah-walah, bisa-bisa atap rumahku kebakar matahari langsung tuh gara-gara ozonnya bolong dimana-mana kena polusi asap rokok. Emangnya kenapa siy kalo gak me…..”
Bla bla bla bla. Dia begitu tamak mengunyah aksara. Mulai merokok sampai ke kebakaran hutan, terus menyambung ke bumi yang sudah keberatan muatan. Hingga akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk bertanya ketika dia mulai menguap, tanda matanya agak tidak bisa diajak kompromi. Tapi mungkin dia memaksakan. Buktinya…
“Tapi kalo misalnya ntar nanem pohon trus pohonnya kena puting beliung juga gimana?”
“Lhah kalo yang nanem itu manusia macem ente, trus kok masih juga kena musibah kayak gitu, itu mungkin karena dosa ente, kenapa ente gak segera tobat-tobat. Makanya sebelum Allah ngasih peringatan, ente tuh cepetan sadar dan segera balik ke Yang Ngecat Cabe. Lagian, pelit banget sih, masa ente tega cuma nanem satu tumbuhan doang? Tiga kek, ato lima gitu, syukur-syukur satu kebon. Dah, ah, aku mau tidur lagi! Alamicum…”
Tut tut tut! Nada telpon mati mengakhiri salamnya dengan lafal kekanak-kanakan.
Kalau ingat-ingat kata-kata dia yang terakhir, apa benar musibah di negeri ini sedikit banyak juga karena sumbangan dosaku? Emang dia gak punya dosa? Kan cuma malaikat yang gak punya dosa. Emang dia malaikat? Fiuh! Kok aku jadi masuk ke pembahasan dosanya Pingky gini sih? Kalau yang aku butuhkan itu saran dan pendapatnya, kenapa aku mesti mikirin siapa dia? Bukannya yang penting itu apa yang aku cari udah aku dapat? Eh, sejak kapan aku mau mendengarkan saran dan nasihat orang lain?
Ah, masa bodo! Lebih baik aku menuruti nasihat si Lidah Yang Gak Bisa Keriting itu sebelum ibuku menjadi korban banjir bandang. Sebelum satu-satunya orang yang memilih lebih mendahulukan aku makan sebelum dia sendiri makan digerogoti kanker paru-paru karena asap rokokku.
Sebelum nisanku tercabut oleh angin rebut gara-gara saking tuanya pohon di sekitar makamku.
Sebelum si bumi kembali meminta haknya atas pasirnya yang telah aku rampas untuk bangunan rumahku. Atas udara yang tak pernah luput dari pekaknya suara gembreng dan asap motorku. Atas airnya yang setiap hari kulimbahi dengan sabun yang kupakai untuk mengenyangkan syahwatku sendiri. Atas oksigen yang mungkin sudah terlalu bosan untuk menahan nafas karena masuk ke dalam hidungku yang penuh dengan asap rokok. Atas semua penghinaan dan penyiksaaan yang telah aku lakukan kepada bumi ini. Sebelum akhirnya ketenanganku dan ketenangan ibuku di alam barzah terusik.
Baru kali ini aku merasa bersalah.
Merasa kehidupanku selama ini tidak ada gunanya sama sekali. Merasa bahwa aku telah menjadi pecundang sepanjang masa. Tak mau berpikir apalagi berusaha menjadi orang yang berguna untuk kebaikan orang lain dan alam sekitarku. Tapi aku merasa masih merasa berat untuk meninggalkan asap rokokku dan kepuasan “rokok”ku yang itu, bahkan cenderung tidak mungkin.
Memoriku kembali mengingatkanku pada ucapan si cerewet tadi, “Yang penting prosesnya, ente harus berusaha untuk berhenti merokok, entah itu merokok dengan asap atau dengan busa. Penilaian Allah tuh bukan kayak UAN, Bro! Yang Allah lihat tuh bukan melulu hasil akhirnya aja, tapi juga seberapa konsisten ente berusaha dan seberapa keras ente mau berjuang untuk menjadi hambaNya yang baik hati, gak sombong dan rajin menabung. Kalo rajin menabung kan dah banyak tuh uang yang terselamatkan dari ajal untuk menjadi abu rokok. Ya gak?”
Dia benar. Ya Allah, meski aku belum bisa berhenti total dari merokok, dengan asap maupun tanpa asap, beri aku kekuatan untuk terus berusaha meninggalkannya, walaupun dengan cara pelan-pelan dan bertahap.
Bismillah…
Aku bertobat kepadaMu, wahai Dzat Yang Mengecat Cabe.
(Terima kasih kepada si Ikho atas curahan hati dan konsultasinya, semoga niatan baikmu dibantu sepenuhnya oleh Allah..)
Kotak ajaib:
Favorit
Kamis, 01 Juli 2010
Allah, Terima Kasih, Kau Mengizinkanku Menjadi Kaya
Sebulan yang lalu..
Ada yang bertandang ke rumahku, memintaku menyebutkan apa masalahku.. aku menjawab begitu banyak yang aku pikirkan.. Orang tua, kondisi keuangan keluarga, aktivitas BEM dan UKM di kampus yang sukses membuat otakku jadi begitu keruh, tugas2 kuliah menjelang UAS, KKN yang belum mbayar, masya Allah........
Aku mengusirnya karena sikapnya itu telah mengusikku.. Dia tidak memberiku solusi yang nyata, hanya abstraksi saja.. Wahai tamuku, yang aku hadapi ini bukanlah skripsi yang menggunakan abstraksi segala, tapi benar2 persoalan yang nyata untuk seorang perempuan yang masih belum boleh bekerja, sekedar untuk meringankan beban orang tua, padahal masih banyak tanggungan yang perlu dipenuhi..
Satu minggu kemudian..
Aku kehabisan kesabaran.. Otakku menunjukkan taraf 100 derajat Celcius untuk ukuran otak manusia super...bebal!!! Ia mendidih, uapnya berubah menjadi uap mata.. Bola berlensa itu mencair, akibat dari panasnya otak bertemu dengan dinginnya hati.. Entahlah sudah berapa orang yang aku semproti huruf2 beraroma sambal akhir2 ini..
Sesosok tamu hadir lagi di rumahku, tapi ia bukan yang sebulan lalu datang kepadaku.. Ia agak berbeda, meski raut mukanya sama.. Ia tidak menanyakan apa masalahku, tapi langsung menuju pada mengapa aku bermasalah.. Aku menjawab dengan jawaban yang tak jauh berbeda dengan pertanyaan pertama, empat minggu yang lalu.. Mungkin hanya dengan tambahan "karena", "sebab" dan sebagainya.. Ya! Memang pertanyannya MENGAPA, maka jawabannyapun harus rasional, setidaknya bisa diterima di akalnya..
Tapi kehadiran tamu keduaku ini sepertinya bukan yang aku harapkan.. Yang aku rasakan malah lebih parah dari yang pertama.. Aku tidak hanya mengusirnya, tapi juga menendangnya dan membantingnya.. Ku kerahkan segenap jurus Wushu dan Tai Chi yang pernah ku pelajari, tapi dia tidak juga berpindah tempat.. Hingga saat ini dia masih menghuni rumahku.. Aku masih saja disetir dengan jiwa pesimisku..
Dua minggu yang lalu..
English-Arabic and Calligraph Competition sudah usai.. Seminar nasional entrepreneurship telah terlaksana.. Kongres BEM Fakultas selesai dan Pemilu rayapun telah mendapatkan hasilnya, memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada yang lebih baik dari aku..
Ia datang lagi, tapi tidak menanyakan apa masalahku, tapi menanyakan apa yang aku rasakan.. Ia tahu temannya yang bertanya "mengapa-kenapa" itu masih bertengger di kursiku.. Akhirnya ku menjawab tanpa memperhatikan jarum nasibku, berapa derajatkah angka yang ditunjuknya untuk suhuku.. Ia membersihkan permukaan otakku.. Ada banyak debu di sana, benda seperti sarang laba2 dan pasir2 kasar.. Kemudian ia menyerap isi otakku dengan sebuah benda, sepertinya aku pernah kenal.. Mungkin sejenis hati.. Lalu ia memeras isi otakku yang sudah terserap tadi.. Wuih, kayak kain pel yang diperas setelah dipakai untuk membersihkan lantai yang dekiiiiiiiiillll banget.. Selepas itu, ia memintaku melihat suhuku.. Aku melihatnya.. Dua puluh tiga derajat Celcius.. Kok cepet banget ya turunnya?
Tujuh hari kemudian..
Dua per tiga dari tugas kuliahku selesai.. BEM tinggal menunggu waktu untuk segera mengadakan rapat kerja.. KKN dan UAS telah lunas terbayar, tinggal menunggu jaket baru dari almamater.. Namun orang tuaku masih juga begitu, tak pernah berubah acaranya: berantem, bertengkar, perang dingin, sesekali akur, rukun kayak gak ada apa-apa..
Si penanya "mengapa-kenapa" tetap diam, tapi temannya yang mulai melancarakan aktivitasnya: menanyaiku.. Tapi kali ini dengan pertanyaan: bagaimana aku bisa menyelesaikan persoalanku? Aku jawab, "Aku tidak tahu"..
Ia lalu menunjukkan mereka yang diabaikan orang tuanya, menunjukkan mereka yang darahnya dihisap oleh nyawa karena kelainan sistem peredaran darah, juga mereka yang hanya mampu menangis karena tak mungkin lagi memiliki anak kandung karena digerogoti kanker serviks telah menyita rahimnya.. Ia juga memperlihatkan kepadaku mereka yang tanpa selimut dan bantal tidur di kolong jembatan dan mereka yang hanya mampu makan sekali seminggu.. Kepadaku, ia juga menyuguhkan pemandangan mereka yang kehilangan rumah dan keluarga, uang yang menjadi daun hanya untuk membeli nafas karena ia harus menggunakan tabung oksigen untuk paru2nya dan seorang pelajar yang kehilangan 3 ponsel dan dompet serta surat2 penting yang ada di dalamnya: SIM, STNK, KTP, 3 kartu kredit dan uang berlembar2.. Bahkan ia juga menunjukkan mereka yang berdebat di kursi jabatan tanpa memiliki akal dan tanpa menggunakan hati..
Aku bangun, ia kembali berucap, tapi kali ini tidak untuk bertanya, "Jika kau jatuh tujuh kali, bangunlah untuk yang kedelapan kalinya.. Karena biar bagaimanapun, kegagalan itu bukan kesalahan.."
Akhirnya si penanya "mengapa-kenapa" mulai bicara, "Kau begitu kaya, mengapa kau masih merasa kurang? Kalau kau ingin merasa tenang, mengapa tidak kau coba untuk menerima apa yang telah diberikan oleh Tuhanmu sehingga kau bisa merasa menjadi orang yang paling kaya?"
Aku menunduk, baru ku sadari, bahkan masalahku sendiri adalah hartaku.. Harta yang membuatku menjadi semakin kaya..
(Sobatku, ku refleksikan ceritamu pada kisahku..)
Ada yang bertandang ke rumahku, memintaku menyebutkan apa masalahku.. aku menjawab begitu banyak yang aku pikirkan.. Orang tua, kondisi keuangan keluarga, aktivitas BEM dan UKM di kampus yang sukses membuat otakku jadi begitu keruh, tugas2 kuliah menjelang UAS, KKN yang belum mbayar, masya Allah........
Aku mengusirnya karena sikapnya itu telah mengusikku.. Dia tidak memberiku solusi yang nyata, hanya abstraksi saja.. Wahai tamuku, yang aku hadapi ini bukanlah skripsi yang menggunakan abstraksi segala, tapi benar2 persoalan yang nyata untuk seorang perempuan yang masih belum boleh bekerja, sekedar untuk meringankan beban orang tua, padahal masih banyak tanggungan yang perlu dipenuhi..
Satu minggu kemudian..
Aku kehabisan kesabaran.. Otakku menunjukkan taraf 100 derajat Celcius untuk ukuran otak manusia super...bebal!!! Ia mendidih, uapnya berubah menjadi uap mata.. Bola berlensa itu mencair, akibat dari panasnya otak bertemu dengan dinginnya hati.. Entahlah sudah berapa orang yang aku semproti huruf2 beraroma sambal akhir2 ini..
Sesosok tamu hadir lagi di rumahku, tapi ia bukan yang sebulan lalu datang kepadaku.. Ia agak berbeda, meski raut mukanya sama.. Ia tidak menanyakan apa masalahku, tapi langsung menuju pada mengapa aku bermasalah.. Aku menjawab dengan jawaban yang tak jauh berbeda dengan pertanyaan pertama, empat minggu yang lalu.. Mungkin hanya dengan tambahan "karena", "sebab" dan sebagainya.. Ya! Memang pertanyannya MENGAPA, maka jawabannyapun harus rasional, setidaknya bisa diterima di akalnya..
Tapi kehadiran tamu keduaku ini sepertinya bukan yang aku harapkan.. Yang aku rasakan malah lebih parah dari yang pertama.. Aku tidak hanya mengusirnya, tapi juga menendangnya dan membantingnya.. Ku kerahkan segenap jurus Wushu dan Tai Chi yang pernah ku pelajari, tapi dia tidak juga berpindah tempat.. Hingga saat ini dia masih menghuni rumahku.. Aku masih saja disetir dengan jiwa pesimisku..
Dua minggu yang lalu..
English-Arabic and Calligraph Competition sudah usai.. Seminar nasional entrepreneurship telah terlaksana.. Kongres BEM Fakultas selesai dan Pemilu rayapun telah mendapatkan hasilnya, memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada yang lebih baik dari aku..
Ia datang lagi, tapi tidak menanyakan apa masalahku, tapi menanyakan apa yang aku rasakan.. Ia tahu temannya yang bertanya "mengapa-kenapa" itu masih bertengger di kursiku.. Akhirnya ku menjawab tanpa memperhatikan jarum nasibku, berapa derajatkah angka yang ditunjuknya untuk suhuku.. Ia membersihkan permukaan otakku.. Ada banyak debu di sana, benda seperti sarang laba2 dan pasir2 kasar.. Kemudian ia menyerap isi otakku dengan sebuah benda, sepertinya aku pernah kenal.. Mungkin sejenis hati.. Lalu ia memeras isi otakku yang sudah terserap tadi.. Wuih, kayak kain pel yang diperas setelah dipakai untuk membersihkan lantai yang dekiiiiiiiiillll banget.. Selepas itu, ia memintaku melihat suhuku.. Aku melihatnya.. Dua puluh tiga derajat Celcius.. Kok cepet banget ya turunnya?
Tujuh hari kemudian..
Dua per tiga dari tugas kuliahku selesai.. BEM tinggal menunggu waktu untuk segera mengadakan rapat kerja.. KKN dan UAS telah lunas terbayar, tinggal menunggu jaket baru dari almamater.. Namun orang tuaku masih juga begitu, tak pernah berubah acaranya: berantem, bertengkar, perang dingin, sesekali akur, rukun kayak gak ada apa-apa..
Si penanya "mengapa-kenapa" tetap diam, tapi temannya yang mulai melancarakan aktivitasnya: menanyaiku.. Tapi kali ini dengan pertanyaan: bagaimana aku bisa menyelesaikan persoalanku? Aku jawab, "Aku tidak tahu"..
Ia lalu menunjukkan mereka yang diabaikan orang tuanya, menunjukkan mereka yang darahnya dihisap oleh nyawa karena kelainan sistem peredaran darah, juga mereka yang hanya mampu menangis karena tak mungkin lagi memiliki anak kandung karena digerogoti kanker serviks telah menyita rahimnya.. Ia juga memperlihatkan kepadaku mereka yang tanpa selimut dan bantal tidur di kolong jembatan dan mereka yang hanya mampu makan sekali seminggu.. Kepadaku, ia juga menyuguhkan pemandangan mereka yang kehilangan rumah dan keluarga, uang yang menjadi daun hanya untuk membeli nafas karena ia harus menggunakan tabung oksigen untuk paru2nya dan seorang pelajar yang kehilangan 3 ponsel dan dompet serta surat2 penting yang ada di dalamnya: SIM, STNK, KTP, 3 kartu kredit dan uang berlembar2.. Bahkan ia juga menunjukkan mereka yang berdebat di kursi jabatan tanpa memiliki akal dan tanpa menggunakan hati..
Aku bangun, ia kembali berucap, tapi kali ini tidak untuk bertanya, "Jika kau jatuh tujuh kali, bangunlah untuk yang kedelapan kalinya.. Karena biar bagaimanapun, kegagalan itu bukan kesalahan.."
Akhirnya si penanya "mengapa-kenapa" mulai bicara, "Kau begitu kaya, mengapa kau masih merasa kurang? Kalau kau ingin merasa tenang, mengapa tidak kau coba untuk menerima apa yang telah diberikan oleh Tuhanmu sehingga kau bisa merasa menjadi orang yang paling kaya?"
Aku menunduk, baru ku sadari, bahkan masalahku sendiri adalah hartaku.. Harta yang membuatku menjadi semakin kaya..
(Sobatku, ku refleksikan ceritamu pada kisahku..)
Kotak ajaib:
Favorit
Kamis, 27 Mei 2010
27 Mei
Salah seorang yang pernah ikut ke perdebatan kemarin pas rapat ada di sekitar sini, tapi gak masalah, dia dah q maafin meski dia gak minta maaf.. Cuma q masih inget aja akan siapa aku dan siapa dia.. Maka dari itu aku pengen belajar bagaimana bisa menjadi pemaaf instan dan permanen.. Seneng banget kali ya jadi orang yang gampang maafin dan sulit sakit hati.. Duuuhhh, jadi pengen.. ^^
Tapi sodara2, saat ini bukan itu yang jadi pusat tulisanku.. Sekarang tanggal 27 Mei 2010, bertepatan dengan tanggal ulang tahunnya ibuku tercinta. Masalahnya aku gak bisa ngasih apa2 ke ibu.. Q juga gak tau mau berbuat apa2 ke ibu.. Kemarin aku nulis di dinding profil Facebooknya ibu n nulis "Sanah hilwa ya Umi" dan setelah itu sorenya Mas Rosidin, temen kuliah ibu di S2 pas biz ngobrol di kantin ngasih kado ke ibu berupa KRUPUK Rp. 200an dan PERMEN 1 biji. Wkkwkkwkkwkkwkk, katanya jangan ngeliat apa pemberiannya, tapi lihatlah ketulusannya.. Ada2 aja tu orang..
Trus semalem, q terbangun jam 01.56an dan karena di sampingku tergeletak hapeku yang dari tadi nemani bantalku tercetak dan terstempel liur tidurq langsung aja q ambil dan nulis SMS ke nomornya ibu, "Happy Birthday Mom.." dan send! Gak lama kemudian terdengarlah suara ayam berkokok tanda SMS yang kukirim nyampe di hpnya ibu..
Hmmmm, paginya ibu langsung ketawa mbaca SMSq.. Kenapa ketawa? Gimana gak, lha wong yang ngirim aja masih ngorok dan baru aja diobraki buat bangun tidur biar cepet2 mandi dan berangkat ke kampus, tapi kok tiba2 ada SMS dari nomorku.. Hihihihiihihi..
Gak lupa juga q sampein ucapan met ultah dari masq buat ibu, met ultah moga panjang umur dan sehat selalu, plus cepet naik haji.. Ibu dengan antusias njawab, "Amiiiiiiin"..
Yanh, Sanah hilwa aja dah buat ibu, moga tambah sukses dan jadi penghuni surga tanp hisab..
Tapi sodara2, saat ini bukan itu yang jadi pusat tulisanku.. Sekarang tanggal 27 Mei 2010, bertepatan dengan tanggal ulang tahunnya ibuku tercinta. Masalahnya aku gak bisa ngasih apa2 ke ibu.. Q juga gak tau mau berbuat apa2 ke ibu.. Kemarin aku nulis di dinding profil Facebooknya ibu n nulis "Sanah hilwa ya Umi" dan setelah itu sorenya Mas Rosidin, temen kuliah ibu di S2 pas biz ngobrol di kantin ngasih kado ke ibu berupa KRUPUK Rp. 200an dan PERMEN 1 biji. Wkkwkkwkkwkkwkk, katanya jangan ngeliat apa pemberiannya, tapi lihatlah ketulusannya.. Ada2 aja tu orang..
Trus semalem, q terbangun jam 01.56an dan karena di sampingku tergeletak hapeku yang dari tadi nemani bantalku tercetak dan terstempel liur tidurq langsung aja q ambil dan nulis SMS ke nomornya ibu, "Happy Birthday Mom.." dan send! Gak lama kemudian terdengarlah suara ayam berkokok tanda SMS yang kukirim nyampe di hpnya ibu..
Hmmmm, paginya ibu langsung ketawa mbaca SMSq.. Kenapa ketawa? Gimana gak, lha wong yang ngirim aja masih ngorok dan baru aja diobraki buat bangun tidur biar cepet2 mandi dan berangkat ke kampus, tapi kok tiba2 ada SMS dari nomorku.. Hihihihiihihi..
Gak lupa juga q sampein ucapan met ultah dari masq buat ibu, met ultah moga panjang umur dan sehat selalu, plus cepet naik haji.. Ibu dengan antusias njawab, "Amiiiiiiin"..
Yanh, Sanah hilwa aja dah buat ibu, moga tambah sukses dan jadi penghuni surga tanp hisab..
Kotak ajaib:
Favorit
Kursus Ayah Bunda
Ni adalah puisiku yang ngebut nulisnya *sampe dibela2in mbuatnya di tempat yang seadanya (pos satpam, red.) dengan tema yang sudah ditentukan oleh redaktur* gara2 diuber deadline mading HMJ PAI.. Tapi setelah ditampilin di mading beserta puisi "KULI SI JANDA" *yang juga karyaku (sejarahnya niy si redaktur minta q mbuatin 2 puisi, yang satu bertema hari pendidikan dan yang satu bertema hari buruh)*, eh malah puisi di bawah ini yang laris duluan, yang si kuli masih te2p terpampang di balik kaca mading..
Gak tau siapa yang ngambil, tiba2 aja kertas yang berhiaskan tinta Pilot merah ini bisa hilang dari lembaran gabus mading.. Ada yang naksir kali ya dengan gaya bahasaku yang lagi kaco kaya gini.. Ato emang dia keabisan kata buat ngritik niy puisi???
Entahlah, tapi yang jelas kalo ada yang mau mbaca puisi yang berjudul KURSUS AYAH BUNDA ini q harap ada yang mau ngasih komentar ato kritikan yang membantu pembangunan karyaku, tanpa mengurangi substansi dan gaya bahasa puisinya.. Makasih sebelumnya..
"Bajingan!"
Dia bersaing lidah dengan bibir nuraninya
"Bangsat!"
Kembali dia mengulangi bilangan Jahannam itu
Dalam hatinya dia berbisik penuh seru,
"Apa sebenarnya yang mereka angankan
Dari buliran sarat amarah?"
Sesaat dia meleburkan jiwa dalam mimpi
Andai mereka saling mengerti
Andai mereka saling memahami
Andai mereka mau mengalah
Dia menggelengkan pijakan akar rambutnya
Tatkala dia merenung untuk yang ke sekian kalinya
Andai di negeri ini hadir
Sebuah pendidikan untuk orang tua
Pasti tiada lagi anak korban pecahnya keluarga
Lagi-lagi dia menggelengkan kepala
Begitu menyadari bahwa dia hanya bermimpi
Gak tau siapa yang ngambil, tiba2 aja kertas yang berhiaskan tinta Pilot merah ini bisa hilang dari lembaran gabus mading.. Ada yang naksir kali ya dengan gaya bahasaku yang lagi kaco kaya gini.. Ato emang dia keabisan kata buat ngritik niy puisi???
Entahlah, tapi yang jelas kalo ada yang mau mbaca puisi yang berjudul KURSUS AYAH BUNDA ini q harap ada yang mau ngasih komentar ato kritikan yang membantu pembangunan karyaku, tanpa mengurangi substansi dan gaya bahasa puisinya.. Makasih sebelumnya..
"Bajingan!"
Dia bersaing lidah dengan bibir nuraninya
"Bangsat!"
Kembali dia mengulangi bilangan Jahannam itu
Dalam hatinya dia berbisik penuh seru,
"Apa sebenarnya yang mereka angankan
Dari buliran sarat amarah?"
Sesaat dia meleburkan jiwa dalam mimpi
Andai mereka saling mengerti
Andai mereka saling memahami
Andai mereka mau mengalah
Dia menggelengkan pijakan akar rambutnya
Tatkala dia merenung untuk yang ke sekian kalinya
Andai di negeri ini hadir
Sebuah pendidikan untuk orang tua
Pasti tiada lagi anak korban pecahnya keluarga
Lagi-lagi dia menggelengkan kepala
Begitu menyadari bahwa dia hanya bermimpi
Kotak ajaib:
Favorit
Rabu, 26 Mei 2010
Hilangnya Jati Diri Sebatang Facebook
Jengkel banget dah ma Facebook, habisnya setelah sini dah percaya buat njaga tu foto eh ternyata yang punya akun sendiri aja susah banget dah masuknya. Login sini, login situ, login sono.. Banyak banget siy yang harus di-login-in!
Ni yang namanya Mark Zuckerberg dah kewalahan ngadepin para hacker *jadi keinget google yang gak betah tinggal di China gara2 gak betah ma serangan hacker2 sono* ato emang lagi nyalurin hobinya ya kok akunku bolak-balik harus login?
Mau mbuka profil, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Mau upload foto, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Mau nulis komentar, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Masya Allaaaaaaahhh..
*jangan2 mau nikah lewat fb juga dikasih warning "Anda harus login untuk melihat halaman ini" lagi? Wah kaco!!!*
Jadi keinget masa lalu, dimana q mulai kenal dengan yang namanya Facebook, chatting dengan temen2 dari luar negeri, inget2 dimana fb adalah "blog selingkuhanku" untuk bisa belajar banyak hal, dari budaya, iptek sampe bahasa..
Tapi kalo udah inget bahwa keamanan akunku mulai bisa kebongkar orang, tu gak ada bedanya dengan nginceng q yang lagi mandi.. Wahai para hacker, datang tak diundang, pulang makan kacang, bertobatlah! Kalo mau ngehack, ke situs porno aja, jangan ke situs yang dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan jati diri.. Wahai pendiri Facebook, laksanakanlah amanat penduduk jejaringmu.. Wahai para pengguna Facebook, ayo sama2 kita benahi diri, biar "virus2" di Facebook bisa segera lenyap.. Semoga Allah mengizinkan apa yang kita inginkan menjadi takdir terbaik bagi kita, amiiin..
Ni yang namanya Mark Zuckerberg dah kewalahan ngadepin para hacker *jadi keinget google yang gak betah tinggal di China gara2 gak betah ma serangan hacker2 sono* ato emang lagi nyalurin hobinya ya kok akunku bolak-balik harus login?
Mau mbuka profil, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Mau upload foto, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Mau nulis komentar, "Anda harus login untuk melihat halaman ini". Masya Allaaaaaaahhh..
*jangan2 mau nikah lewat fb juga dikasih warning "Anda harus login untuk melihat halaman ini" lagi? Wah kaco!!!*
Jadi keinget masa lalu, dimana q mulai kenal dengan yang namanya Facebook, chatting dengan temen2 dari luar negeri, inget2 dimana fb adalah "blog selingkuhanku" untuk bisa belajar banyak hal, dari budaya, iptek sampe bahasa..
Tapi kalo udah inget bahwa keamanan akunku mulai bisa kebongkar orang, tu gak ada bedanya dengan nginceng q yang lagi mandi.. Wahai para hacker, datang tak diundang, pulang makan kacang, bertobatlah! Kalo mau ngehack, ke situs porno aja, jangan ke situs yang dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan jati diri.. Wahai pendiri Facebook, laksanakanlah amanat penduduk jejaringmu.. Wahai para pengguna Facebook, ayo sama2 kita benahi diri, biar "virus2" di Facebook bisa segera lenyap.. Semoga Allah mengizinkan apa yang kita inginkan menjadi takdir terbaik bagi kita, amiiin..
Kotak ajaib:
Favorit
Kamis, 20 Mei 2010
Dia Tujuanmu!
Nduk...
Belajarlah untuk menjadi lebih hitam
Agar tetap menyentuh angkernya sepertiga malam
Dan tetap tergelap dari misteriusnya zina
Nak...
Berusahalah untuk menjadi lebih hijau
Agar tetap terbau parfum Firdaus itu
Yang terselimut zamrud dan ruby dzikir
Dan tersuburkan khatulistiwa kalbumu
Cong...
Tetaplah menjadi yang putih dan lebih putih
Agar lensa mata hatimu lebih transparan
Menatap masa depan di neraka sana
Supaya lebih sucilah engkau dari api Saqar itu
Dan terlindungilah membran imanmu dengan taqwa
Yang menyisipkan ahli-ahlimu sejak azali
Putra-putiku...
Hiduplah dengan lebih jernih
Dengan mengakui dan menyertai air pikiran
Bahwa hanya Allahlah yang berhak memiskinkanmu
(Puisi ndadak pas kelasnya Pak Mahfould, mata kuliah Ushul Fiqih, 18 Mei 2010 kemaren)
Belajarlah untuk menjadi lebih hitam
Agar tetap menyentuh angkernya sepertiga malam
Dan tetap tergelap dari misteriusnya zina
Nak...
Berusahalah untuk menjadi lebih hijau
Agar tetap terbau parfum Firdaus itu
Yang terselimut zamrud dan ruby dzikir
Dan tersuburkan khatulistiwa kalbumu
Cong...
Tetaplah menjadi yang putih dan lebih putih
Agar lensa mata hatimu lebih transparan
Menatap masa depan di neraka sana
Supaya lebih sucilah engkau dari api Saqar itu
Dan terlindungilah membran imanmu dengan taqwa
Yang menyisipkan ahli-ahlimu sejak azali
Putra-putiku...
Hiduplah dengan lebih jernih
Dengan mengakui dan menyertai air pikiran
Bahwa hanya Allahlah yang berhak memiskinkanmu
(Puisi ndadak pas kelasnya Pak Mahfould, mata kuliah Ushul Fiqih, 18 Mei 2010 kemaren)
Kotak ajaib:
Favorit
Sabtu, 15 Mei 2010
Darah Beku Menarik Urat
Plakkkk!!!
Bodoh!!
Kemana saja dirimu?
Apa telingamu tak mendengar injak jeritnya? Apa matamu gak melihat tampar tangisnya? Apa hidungmu tak menyesapi tonjok rintihnya?
Mbok ya sekali-sekali kamu dengarkan aku!!
Kalau sudah seperti ini apa yang mau kamu lakukan dengan hilangnya harga dirimu? Kamu sudah dengan biadabnya mengubah masa depan yang tercatat indah dan cerah menjadi suram hanya dengan traumamu yang tak kunjung reda itu..
Parahnya lagi, kamu menganggap itu adalah kesalahan Allah yang tak menjagamu. Padahal Dia akan menjagamu jika kau mau menjaga dirimu sendiri. Harusnya kamu mengerti apa yang Dia mau sebelum kamu menuntut kemauanmu padaNya.
Kalau kamu sudah bosan dengan sebutan:
BAJINGAN!
KEPARAT!!!
BEDEBAH!!!!!
IBLIS!!!!!!
Dan segala umpatan lainnya yang terlontar dariku, lekaslah ambil wudhu, ucapkan bismillah untuk memasuki Ruang Taubat, sujudlah padaNya, sesalilah apa yang telah terjadi, berjanjilah dengan jiwa yang benar-benar bersih untuk tak mengulanginya kembali.
Tiuplah debu yang bersemayam di kafer Al-Qur'anmu dan bacalah isinya. Renungilah maknanya dan letakkanlah di dalam diriku bersama taqwamu agar darahmu juga penuh dengan kontrol menenangkan yang kamu impi-impikan.
Tetaplah belajar menjadi wanita yang ikhlas dan bisa menempatkan sesuatu pada tempat dan waktunya. Jangan pernah menoleh ke bawah punggungmu dan teruslah melangkah tanpa mempedulikan manusia mana yang bersedia menerimamu kelak.
Sekali lagi.
JANGAN PERNAH PEDULI PADA RAYUAN MEREKA!!
Karena biar bagaimanapun kamu harus tetap fokus pada cita-citamu:
Menjadi wanita sholihah yang berkualitas tinggi dan bisa merangkai masa depan bersama Allah.
Titik.
(Semoga setelah dia membaca tulisan ini dia berkenan memulai hidupnya dengan segala kepingan reruntuhan yang ada di dalam hatinya. Amin..)
Bodoh!!
Kemana saja dirimu?
Apa telingamu tak mendengar injak jeritnya? Apa matamu gak melihat tampar tangisnya? Apa hidungmu tak menyesapi tonjok rintihnya?
Mbok ya sekali-sekali kamu dengarkan aku!!
Kalau sudah seperti ini apa yang mau kamu lakukan dengan hilangnya harga dirimu? Kamu sudah dengan biadabnya mengubah masa depan yang tercatat indah dan cerah menjadi suram hanya dengan traumamu yang tak kunjung reda itu..
Parahnya lagi, kamu menganggap itu adalah kesalahan Allah yang tak menjagamu. Padahal Dia akan menjagamu jika kau mau menjaga dirimu sendiri. Harusnya kamu mengerti apa yang Dia mau sebelum kamu menuntut kemauanmu padaNya.
Kalau kamu sudah bosan dengan sebutan:
BAJINGAN!
KEPARAT!!!
BEDEBAH!!!!!
IBLIS!!!!!!
Dan segala umpatan lainnya yang terlontar dariku, lekaslah ambil wudhu, ucapkan bismillah untuk memasuki Ruang Taubat, sujudlah padaNya, sesalilah apa yang telah terjadi, berjanjilah dengan jiwa yang benar-benar bersih untuk tak mengulanginya kembali.
Tiuplah debu yang bersemayam di kafer Al-Qur'anmu dan bacalah isinya. Renungilah maknanya dan letakkanlah di dalam diriku bersama taqwamu agar darahmu juga penuh dengan kontrol menenangkan yang kamu impi-impikan.
Tetaplah belajar menjadi wanita yang ikhlas dan bisa menempatkan sesuatu pada tempat dan waktunya. Jangan pernah menoleh ke bawah punggungmu dan teruslah melangkah tanpa mempedulikan manusia mana yang bersedia menerimamu kelak.
Sekali lagi.
JANGAN PERNAH PEDULI PADA RAYUAN MEREKA!!
Karena biar bagaimanapun kamu harus tetap fokus pada cita-citamu:
Menjadi wanita sholihah yang berkualitas tinggi dan bisa merangkai masa depan bersama Allah.
Titik.
(Semoga setelah dia membaca tulisan ini dia berkenan memulai hidupnya dengan segala kepingan reruntuhan yang ada di dalam hatinya. Amin..)
Kotak ajaib:
Favorit
RETAK!!
Dia memalingkan muka
Dia juga memalingkan wajah
Mana bisa anjing dan kucing bersatu?
Ya kecuali ada yang terlahir
Dari hubungan keduanya
Tapi tidak dengan mereka
Mereka lebih bejat daripada mereka
Yang satu lebih sadis dari anjing
Yang satu lebih garang dari kucing
Dan anak mereka menyaksikannya
Jika memang tak ada cinta dibawah atap
Harus kemana lagi anak-anaknya menyewa?
(Semoga berakhirlah drama silsilah yang berjudul "Broken Home" tersebut..)
Dia juga memalingkan wajah
Mana bisa anjing dan kucing bersatu?
Ya kecuali ada yang terlahir
Dari hubungan keduanya
Tapi tidak dengan mereka
Mereka lebih bejat daripada mereka
Yang satu lebih sadis dari anjing
Yang satu lebih garang dari kucing
Dan anak mereka menyaksikannya
Jika memang tak ada cinta dibawah atap
Harus kemana lagi anak-anaknya menyewa?
(Semoga berakhirlah drama silsilah yang berjudul "Broken Home" tersebut..)
Kotak ajaib:
Favorit
Kantuk
Lapar kehidupan
Menyeringai tajam bagai jarum onak
Memangsa segalapun terancam
Menganga hingga lambung jiwa terantukkan
Bersihnya Gangga
Membasuh cangkir dan teko mata nurani
Menjernihkan kampas hati
Setapak lalu menghilang pula ombak kotoran
Hingga lupa
Laparnya kehidupan terbanting Gangga
Menghapus seluruh tahajud menjadi dosa dhuha
Saat teringat dalamnya lupa
Terbangunlah dari angan
Dan tersadarlah bahwa adzan menggusur kuliah
(akhirnya jadilah puisiku yang terlahir dari keadaan laper, boring, mendesak dan memuakkan pas jam kuliah..)
Menyeringai tajam bagai jarum onak
Memangsa segalapun terancam
Menganga hingga lambung jiwa terantukkan
Bersihnya Gangga
Membasuh cangkir dan teko mata nurani
Menjernihkan kampas hati
Setapak lalu menghilang pula ombak kotoran
Hingga lupa
Laparnya kehidupan terbanting Gangga
Menghapus seluruh tahajud menjadi dosa dhuha
Saat teringat dalamnya lupa
Terbangunlah dari angan
Dan tersadarlah bahwa adzan menggusur kuliah
(akhirnya jadilah puisiku yang terlahir dari keadaan laper, boring, mendesak dan memuakkan pas jam kuliah..)
Kotak ajaib:
Favorit
Dering2 di Ponsel Nokia Berikut Pencitraannya (1)
Nokia 1208
Airy : Angin sepoi2 di pantai siang hari sambil makan semangka merah + mengenang masa lalu yang membahagiakan + menikmati keindahan
Blue Ice : Pesta panggung dan gemerlap lampu sebagai penghangat di musim salju
Bold : Benar2 tebal, konflik, keras, memaksa, cocok buat yang belajar istiqomah, penuh semangat, jangan sampai loyo
Brook : Ingat angklungdan kulintang, air menetes dari bola besi yang tenang
Coconut : Real panen kelapa besar2an dan ceria! Ya di pantai, ya di kebun.
Continental : Cepat, tepat, dapat, aroma agak kecina2an (jadi inget Imlek dan pecinan.. *kangen*)
Discoid : Disko, pesta rumah, lampu warna-warni di kamar, lumayan menjemukan (bagi yang gampang bosan)
Elves : Debu rumput kering , kerikil yang bergeningan yang kena hembusan angin
Enthrall : Real China, jadi inget Wushu, harpa China
Hushed : Berbisik terus, terus dan terus!!!!!!! Tetap tenang, halus tapi lumayan memekakkan telinga
Mars : Sangkakala ditiup, ayo mulai semangat…!!!!!!!! *kayak ngobarin semangat perang bela tanah air aja* ada aroma seni perangnya dan penutupan juga
Nocturnal : Extra cepat tapi tetap tunjujkkan ketenangan, kesan keburu-buru tapi itu cepat bukan tergesa-gesa
River Cruise : Berlayar meninggalkan pelabuhan menuju China atau Jepang, ada harpanya juga.
Roll on : Ada bekas kekecewaan dan berasa banget sakit hatinya
Shadowing : Diikuti bayangan, dikear oleh bayangan sendiri
Springfield : Padi dan jagung yang siap panen di sawah, burung berkicau, angin semilir di siang yang cerah, musim semi. Jadi keinget sakura yang lagi bermekaran
Strike : Ayo serang…!!!!!!! Kya’ lagu disco
Bullfrog : Suara katak
Cackle : Anak bayi ketawa ngakak.
Cuckoo : Jam burung
Nostalgia : Telepon jadul
Reed : Suara mesin sederhana bergetar
Rooster : Kokok jago
Alarm 2 : Sekedar mengingatkan secara halus
Alarm 3 : Ayo cepetan, aku tinggal lho ya!
Clock alert 2 : Musim dingin, membuat snowman, main-main di salju. Lihat-lihat cemara kayak mau natalan
Clock alert 3 : Inget jingle bellnya gereja
Message 2 : Njawil (nyolek….!!!!!)
Message 3 : Ada ban gembos (bocor di tengah perjalanan)
Message 4 : Hampir sama dengan nada Standar (cuma suara kurang kuat)
*ni cuma dinilai dari pendengaranku aja yang katanya orang2 perlu diperiksain ke spesialis THT*
Airy : Angin sepoi2 di pantai siang hari sambil makan semangka merah + mengenang masa lalu yang membahagiakan + menikmati keindahan
Blue Ice : Pesta panggung dan gemerlap lampu sebagai penghangat di musim salju
Bold : Benar2 tebal, konflik, keras, memaksa, cocok buat yang belajar istiqomah, penuh semangat, jangan sampai loyo
Brook : Ingat angklungdan kulintang, air menetes dari bola besi yang tenang
Coconut : Real panen kelapa besar2an dan ceria! Ya di pantai, ya di kebun.
Continental : Cepat, tepat, dapat, aroma agak kecina2an (jadi inget Imlek dan pecinan.. *kangen*)
Discoid : Disko, pesta rumah, lampu warna-warni di kamar, lumayan menjemukan (bagi yang gampang bosan)
Elves : Debu rumput kering , kerikil yang bergeningan yang kena hembusan angin
Enthrall : Real China, jadi inget Wushu, harpa China
Hushed : Berbisik terus, terus dan terus!!!!!!! Tetap tenang, halus tapi lumayan memekakkan telinga
Mars : Sangkakala ditiup, ayo mulai semangat…!!!!!!!! *kayak ngobarin semangat perang bela tanah air aja* ada aroma seni perangnya dan penutupan juga
Nocturnal : Extra cepat tapi tetap tunjujkkan ketenangan, kesan keburu-buru tapi itu cepat bukan tergesa-gesa
River Cruise : Berlayar meninggalkan pelabuhan menuju China atau Jepang, ada harpanya juga.
Roll on : Ada bekas kekecewaan dan berasa banget sakit hatinya
Shadowing : Diikuti bayangan, dikear oleh bayangan sendiri
Springfield : Padi dan jagung yang siap panen di sawah, burung berkicau, angin semilir di siang yang cerah, musim semi. Jadi keinget sakura yang lagi bermekaran
Strike : Ayo serang…!!!!!!! Kya’ lagu disco
Bullfrog : Suara katak
Cackle : Anak bayi ketawa ngakak.
Cuckoo : Jam burung
Nostalgia : Telepon jadul
Reed : Suara mesin sederhana bergetar
Rooster : Kokok jago
Alarm 2 : Sekedar mengingatkan secara halus
Alarm 3 : Ayo cepetan, aku tinggal lho ya!
Clock alert 2 : Musim dingin, membuat snowman, main-main di salju. Lihat-lihat cemara kayak mau natalan
Clock alert 3 : Inget jingle bellnya gereja
Message 2 : Njawil (nyolek….!!!!!)
Message 3 : Ada ban gembos (bocor di tengah perjalanan)
Message 4 : Hampir sama dengan nada Standar (cuma suara kurang kuat)
*ni cuma dinilai dari pendengaranku aja yang katanya orang2 perlu diperiksain ke spesialis THT*
Minggu, 28 Maret 2010
Lagi-Lagi...
Tabungan: Minggu, 8 Juni 2008
Kemarin paz ngaji maghrib di ndalem, q dpt 1 puisi lagi. Dan ini ungkapanku coz saat itu juga aku ngerasa lega dan kesumpekan yang akhir2 ni menerpaku (ce ile...) eh, maksudnya kesalahan2 yg menyerangku baru2 ni, tu semua serasa lebih ringan. So, let's check the poem.
Kemarin paz ngaji maghrib di ndalem, q dpt 1 puisi lagi. Dan ini ungkapanku coz saat itu juga aku ngerasa lega dan kesumpekan yang akhir2 ni menerpaku (ce ile...) eh, maksudnya kesalahan2 yg menyerangku baru2 ni, tu semua serasa lebih ringan. So, let's check the poem.
SEMBAH SYUKURKU
Senyum sabit yang kemarin menyapaku
Kini semakin lebar
Kini semakin benderang
Seterang kalbu ini
Entah angin surga mana yang mengguyur hatiku
Begitu sejuk
Begitu damai
Kosong perut ini terbayar
Aku kembali menghadapNya
Dalam untaian sembah syukur yang panjang
Aku berbunga
Aku bermekaran
Tanpa kupupuk, tanpa kusiram
Namun Allahlah yang kehendaki
Panjatan doa itu hapus semua gulanaku
Aku yakin, aku pasti bisa
Dan semangat mengarungi ini
Ku dapatkan
Hanya dari-Nya
Bukan yang lain
Melainkan Ditambah, Bukan Dibagi
Tabungan: Selasa, 17 Juni 2008
Tasbih itu menguat erat
Kalbunya penuh dengan angin surga
Meski bermula dari rasa sakit yang mendalam
Tapi dia menumbuk rempah iman
Yang masih sulit untuk dicerna
Haru, menyelimuti hatinya
Sedih, yakin dia rasakan itu
Kecewa, perasaannya retak berkotak-kotak
Berat, saat surat itu ditulisnya
Namun dia percaya padaNya
Bahwa Sang Penguasa Pengadilan akhir akan curahkan
Secakrawala cinta
Tasbih itu menguat erat
Kalbunya penuh dengan angin surga
Bahwa dia yakin
Dimadu bukanlah bagaimana cinta dibagi
Tapi itulah langkah melebarkan sayap kasih
(Thank's 4 the inspiration, Mom!)
Tasbih itu menguat erat
Kalbunya penuh dengan angin surga
Meski bermula dari rasa sakit yang mendalam
Tapi dia menumbuk rempah iman
Yang masih sulit untuk dicerna
Haru, menyelimuti hatinya
Sedih, yakin dia rasakan itu
Kecewa, perasaannya retak berkotak-kotak
Berat, saat surat itu ditulisnya
Namun dia percaya padaNya
Bahwa Sang Penguasa Pengadilan akhir akan curahkan
Secakrawala cinta
Tasbih itu menguat erat
Kalbunya penuh dengan angin surga
Bahwa dia yakin
Dimadu bukanlah bagaimana cinta dibagi
Tapi itulah langkah melebarkan sayap kasih
(Thank's 4 the inspiration, Mom!)
Kotak ajaib:
Favorit
Langganan:
Postingan (Atom)